KONAWE, rubriksatu.com – Penahanan dua kapal bermuatan ore nikel milik CV Unaaha Bakti Persada (UBP) oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI di perairan Morombo beberapa waktu lalu mendapat sorotan tajam. Tindakan tersebut dianggap sebagai ancaman serius bagi keberlangsungan usaha pengusaha lokal di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Ketua Jaringan Komunikasi Mahasiswa Sulawesi Tenggara-Jakarta (JKMS-Jakarta), Irjal Ridwan, menyampaikan bahwa penahanan kapal yang diduga tidak sesuai prosedur dan tanpa dasar hukum yang kuat telah menimbulkan keresahan di kalangan pengusaha lokal.
“Menahan kapal tanpa dasar hukum yang jelas tentu tidak hanya menghambat investasi, tetapi juga merugikan pengusaha lokal di Sultra. Ini menjadi preseden buruk dan ancaman bagi pengusaha kita,” ujar Irjal, Selasa (3/12/2024).
Menurut Irjal, meskipun Bakamla memiliki tugas menjaga keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia, tindakan penahanan harus dilandasi dengan pelanggaran hukum atau ancaman keamanan yang jelas.
“Pertanyaannya adalah, apakah dua kapal tersebut melakukan pelanggaran hukum atau ada ancaman keamanan? Jika tidak, mengapa sampai sekarang masih ditahan?” tegasnya.
Ia menambahkan, jika hal seperti ini terus berlanjut, pengusaha lokal akan merasa terancam, bahkan meskipun telah melengkapi dokumen legal sesuai aturan.
“Bagaimana pengusaha tidak takut? Kapal dengan dokumen lengkap saja ditahan tanpa alasan yang jelas. Apalagi ada informasi terkait dugaan permintaan biaya koordinasi, ini sangat meresahkan,” katanya.
Merespons tindakan Bakamla tersebut, JKMS-Jakarta berencana melakukan aksi demonstrasi di kantor Bakamla RI hingga Istana Kepresidenan.
“Kami akan mendesak Presiden RI untuk mencopot Kepala Bakamla RI atas tindakan ini,” tegas Irjal.
Ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang transparan dan tidak merugikan pengusaha lokal, khususnya di Sulawesi Tenggara, agar iklim investasi tetap kondusif dan mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
Tindakan tegas diharapkan segera diambil untuk mencegah terulangnya kasus serupa yang dapat merusak kepercayaan pengusaha terhadap instansi keamanan di wilayah perairan.
Laporan Redaksi