PT IPP Bungkam, Hutan Dikorbankan

KONAWE, rubriksatu.com Konflik lingkungan di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, memasuki babak baru yang semakin memprihatinkan.

Perusahaan tambang PT Intan Perdhana Puspa (IPP) diduga kuat telah melakukan penambangan di kawasan Hutan Lindung tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Dugaan ini pertama kali diungkap oleh Forum Mahasiswa Pemerhati Lingkungan dan Pertambangan Konawe Utara (FMPLP Konut). Organisasi ini menilai bahwa aktivitas PT IPP tidak hanya ilegal, tetapi juga sangat membahayakan kelestarian lingkungan.

“Kami mencium aroma pelanggaran serius. PT IPP diduga menjalankan operasi tambang di kawasan Hutan Lindung tanpa legalitas yang jelas,” tegas Andri Fildan, Ketua FMPLP Konut, Kamis (12/6/2025).

Namun ketika dimintai klarifikasi, pihak perusahaan melalui Humasnya, Surya Darma, justru menunjukkan sikap tidak kooperatif. Alih-alih menjawab substansi tuduhan, Surya malah mempertanyakan identitas penanya.

“Siapa ini? Dapat nomor saya dari mana?” balasnya lewat WhatsApp, Rabu (18/6/2025).

Upaya lanjutan konfirmasi pun berujung pada satu centang, mengindikasikan pemblokiran atau penghindaran komunikasi.

FMPLP Konut menyoroti pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021, yang secara eksplisit hanya mengizinkan tambang bawah tanah di kawasan Hutan Lindung dengan sejumlah syarat ketat.

“Faktanya, PT IPP dan sejumlah perusahaan lain justru melakukan perusakan terbuka. Akar banjir yang merendam akses jalan Desa Sambandete, Kecamatan Oheo, berasal dari rusaknya hutan yang tak lagi mampu menahan air,” kata Andri.

Tak hanya itu, aktivitas tambang ilegal ini juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, terutama Pasal 38 ayat 1.

“Eksploitasi hutan tanpa izin tak hanya merugikan warga, tapi juga menghancurkan habitat satwa endemik Sultra. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi kejahatan ekologis,” tandasnya.

FMPLP Konut mendesak aparat penegak hukum—baik KLHK, Gakkum, maupun Polda Sultra—untuk segera turun tangan dan menghentikan praktik yang dianggap sebagai perampokan sumber daya alam secara terang-terangan.

“Jika hukum tetap diam dan perusahaan kebal dari sanksi, maka kita sedang menyaksikan matinya keadilan lingkungan di Routa,” tegas Andri.

Tak hanya PT IPP, FMPLP Konut juga menyebut ada sejumlah IUP lain di wilayah Routa yang diduga ikut terlibat dalam eksploitasi Hutan Lindung demi keuntungan korporasi.

Dugaan penambangan ilegal oleh PT IPP membuka kembali borok lama pengawasan tambang di Sulawesi Tenggara. Masyarakat, aktivis, hingga akademisi kini menanti, apakah hukum akan berpihak pada lingkungan atau kembali tunduk pada kepentingan modal.

Editor Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *