KENDARI, rubriksatu.com – Di balik gemilangnya industri nikel di Sulawesi Tenggara (Sultra), tersimpan ironi yang mendalam. Alih-alih membawa kesejahteraan bagi masyarakat, aktivitas pertambangan justru meninggalkan jejak kehancuran lingkungan yang semakin mengkhawatirkan.
Reklamasi yang seharusnya menjadi kewajiban perusahaan sering kali hanya menjadi janji kosong. Sementara itu, kerusakan ekologis akibat deforestasi, pencemaran air, dan longsor terus menghantui kehidupan warga sekitar.
Lalu, ke mana dana Jaminan Reklamasi (Jamrek) yang seharusnya digunakan untuk memulihkan lahan bekas tambang?
Ketua Lembaga Pemerhati Pembangunan dan Anti Korupsi Sulawesi Tenggara (LPPK-Sultra), Karmin, S.H., mendesak pemerintah untuk mengevaluasi pengelolaan tambang nikel di wilayah ini.
“Tambang nikel di Sultra telah menciptakan dampak lingkungan yang parah dan merugikan masyarakat. Dari deforestasi hingga pencemaran sungai dan laut, semua ini semakin memperburuk keadaan,” ujar Karmin, Jumat (31/1/2025).
Menurutnya, di bawah pemerintahan Prabowo Subianto, harus ada perhatian lebih terhadap industri tambang nikel. Jangan hanya mengejar peningkatan produksi dan ekspor, tetapi juga memastikan eksploitasi sumber daya alam tidak merugikan masyarakat lokal.
Karmin mengusulkan empat langkah utama yang harus segera dilakukan pemerintah, diantaranya, memastikan semua perusahaan tambang mematuhi aturan lingkungan, termasuk reklamasi pasca-tambang sesuai standar.
Transparansi dan Akuntabilitas
Mengusut dugaan keterlibatan oknum aparat dalam praktik tambang ilegal dan memperketat pengawasan terhadap pengelolaan tambang.
Memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan dan melaporkan dampak negatif akibat aktivitas tambang. Menangguhkan sementara izin tambang baru hingga ada kajian mendalam tentang dampak lingkungan yang ditimbulkan.
“Jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan, bencana ekologis yang lebih besar bisa saja terjadi. Pertanyaannya, adakah solusi konkret yang bisa diterapkan agar eksploitasi tambang di Sultra lebih berkelanjutan?” tambah Karmin.
Jaminan Reklamasi: Realisasi atau Ilusi?
Setiap perusahaan tambang diwajibkan menyetorkan dana Jaminan Reklamasi (Jamrek) sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan. Namun, dalam praktiknya, dana ini kerap tak jelas penggunaannya.
Apakah dana Jamrek benar-benar digunakan untuk reklamasi?
Ataukah ada permainan di balik pencairannya? Siapa yang bertanggung jawab jika lahan bekas tambang dibiarkan rusak tanpa pemulihan?. Dengan banyaknya kepentingan yang terlibat, termasuk dugaan kolaborasi aparat dengan oknum tambang, muncul pertanyaan besar: adakah kemauan politik untuk melakukan reformasi?
Meskipun regulasi sudah ada, tanpa penegakan hukum yang tegas, pelanggaran akan terus terjadi.
“Langkah apa yang harus diambil pemerintah agar industri nikel benar-benar membawa manfaat bagi rakyat Sultra tanpa merusak lingkungan? Itulah yang harus menjadi fokus utama pemerintah, khususnya dalam pengelolaan dana Jaminan Reklamasi,” pungkas Karmin.
Laporan Redaksi







