Kades Torobulu dan Warga Kompak Jual Tanah Negara ke Perusahaan Tambang PT WIN?

KONSEL, rubriksatu.com – Polemik aktivitas tambang PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) di Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali mencuat. Kali ini, persoalannya bukan hanya terkait pertambangan, tetapi juga dugaan jual beli tanah negara yang menyeret kepala desa, pemilik perusahaan, dan beberapa warga.

Tanah yang diduga diperjualbelikan secara ilegal ini adalah sempadan pantai, yaitu kawasan pesisir yang secara hukum tidak boleh dimiliki atau diperjualbelikan oleh pihak mana pun. Namun, laporan yang masuk ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) menyebut bahwa tanah tersebut telah berpindah tangan ke PT WIN, diduga atas peran serta Kepala Desa Torobulu Nilham dan seorang warga bernama Kasman Rudin.

Kasus ini dilaporkan oleh Lingkar Pemuda Masyarakat Tolaki Sulawesi Tenggara (LPMT-Sultra) pada Jumat, 31 Januari 2025. Ketua LPMT-Sultra, Nurlan, menegaskan bahwa berdasarkan investigasi pihaknya, tanah yang berada di Desa Wonua Kongga, Kecamatan Laeya diduga telah dipindahtangankan secara ilegal.

“Tanah tersebut telah dipetakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Konawe Selatan dan masuk dalam wilayah Desa Wonua Kongga. Artinya, jika ada pernyataan kepemilikan atau jual beli, itu jelas bertentangan dengan peta administrasi yang resmi,” jelas Nurlan.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa praktik ini melanggar aturan hukum dan bisa masuk dalam kategori tindak pidana korupsi karena berpotensi merugikan negara.

“Kami menduga ada unsur pidana dalam transaksi ini, karena tanah yang diperjualbelikan adalah tanah negara. Kami meminta Kejagung RI untuk segera memanggil dan memeriksa semua pihak yang terlibat, termasuk Kepala Desa Torobulu, pemilik PT WIN, dan warga yang diduga berperan dalam transaksi ini,” tegasnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sempadan pantai merupakan kawasan yang harus dilindungi untuk kepentingan ekologi dan masyarakat. Tanah di zona ini tidak bisa dimiliki secara pribadi, apalagi diperjualbelikan untuk kepentingan bisnis atau pertambangan.

Jika terbukti terjadi praktik jual beli ilegal, para pihak yang terlibat dapat dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Kehutanan, dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun dan denda miliaran rupiah.

Hingga saat ini, pihak PT WIN maupun Kepala Desa Torobulu belum memberikan pernyataan resmi terkait tuduhan tersebut. Namun, laporan yang sudah masuk ke Kejagung RI menandakan bahwa kasus ini akan terus bergulir.

LPMT-Sultra berharap agar aparatur penegak hukum bertindak transparan dan profesional dalam menangani kasus ini. Pasalnya, jika dibiarkan, praktik semacam ini bisa menjadi preseden buruk dan merugikan masyarakat luas.

“Kami menunggu langkah Kejagung RI untuk menindaklanjuti laporan ini. Jangan sampai ada pembiaran terhadap praktik jual beli tanah negara yang jelas-jelas melanggar hukum,” pungkas Nurlan.

Laporan Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *