Maraknya Tambang di Routa Diduga Tak Berizin, ESDM Sultra Lempar Kewenangan ke Kementerian

KONAWE, rubriksatu.com – Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), kini menjadi sorotan akibat maraknya aktivitas tambang yang diduga beroperasi tanpa izin resmi.

Sejumlah perusahaan disebut-sebut melakukan eksploitasi di kawasan hutan lindung tanpa mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) maupun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Namun, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra menegaskan bahwa mereka tidak memiliki kewenangan dalam pembinaan dan pengawasan tambang nikel.

Kepala Bidang Mineral dan Batubara (Minerba) ESDM Sultra, Muhammad Hasbullah, menyatakan bahwa sejak Desember 2021, kewenangan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk nikel telah beralih ke pemerintah pusat.

“Pemerintah provinsi tidak lagi memiliki kewenangan menerbitkan IUP eksplorasi maupun operasi produksi untuk nikel. Kewenangan pembinaan dan pengawasan juga ada di pemerintah pusat, bukan di provinsi,” ujar Hasbullah pada Rabu, 29 Januari 2025.

Pernyataan ini merespons laporan mengenai adanya perusahaan yang diduga beroperasi tanpa izin lingkungan yang sah. Beberapa di antaranya diduga belum mengantongi dokumen penting seperti IPPKH dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atau AMDAL sesuai Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.

Seiring meningkatnya permintaan nikel global, Routa kini menjadi incaran investor. Beberapa perusahaan tambang besar telah beroperasi di wilayah tersebut, seperti PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM), PT Intan Perdhana Puspa, PT Homkey Inti Prima, PT Gemilang Multi Mineral, PT Karya Energi Makmur, PT Sutra Jaya Makmur, dan PT Modern Cahaya Makmur.

Namun, pertumbuhan tambang di Routa juga menimbulkan kekhawatiran. Dugaan perambahan hutan lindung tanpa izin resmi semakin menguat, sementara pengawasan dari pemerintah dinilai lemah.

“Pemerintah pusat hanya mendelegasikan kewenangan kepada provinsi untuk pertambangan mineral bukan logam dan batuan. Jadi, jika ada tambang nikel yang bermasalah di Routa, itu menjadi tanggung jawab kementerian,” tambah Hasbullah.

Aktivitas pertambangan yang tidak sesuai aturan berpotensi merusak ekosistem hutan, mencemari sumber air, serta mengganggu kehidupan masyarakat sekitar. Warga setempat khawatir jika eksploitasi terus berlanjut tanpa regulasi yang ketat, maka dampak negatifnya akan lebih besar daripada manfaat ekonominya.

Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak kementerian terkait dugaan aktivitas tambang ilegal di Routa. Namun, masyarakat dan pemerhati lingkungan berharap agar pemerintah segera turun tangan untuk memastikan bahwa investasi tambang di wilayah ini berjalan sesuai aturan yang berlaku.

Laporan Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *