PT ST Nikel “Tampar” DPRD Sultra, Hukum Tak Bertaji di Hadapan Korporasi Tambang

KENDARI, rubriksatu.com – Keputusan resmi Komisi III DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) rupanya hanya jadi dokumen tanpa wibawa di hadapan korporasi tambang.

PT ST Nikel Resources diduga secara terang-terangan melanggar hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD bersama Tim Terpadu pada Selasa, 28 Oktober 2025.

Padahal dalam rapat tersebut, wakil rakyat bersama aparat pemerintah sudah tegas melarang aktivitas hauling mandiri dan mewajibkan perusahaan tunduk pada aturan sistem pengangkutan dan penimbangan resmi.

Namun, hanya tiga hari setelah rapat berlangsung, perusahaan itu kembali mengangkut ore nikel secara ilegal menuju Jetty PT Tiara Abadi Sentosa (TAS) di Kecamatan Nambo, Kota Kendari.

Dua poin keputusan penting RDP yang dilanggar PT ST Nikel Resources, antara lain, Wajib menggunakan jembatan timbang di lokasi tambang, dan menyertakan print-out hasil timbangan dari site ke jetty untuk mencegah overload.

Dilarang melakukan hauling secara mandiri, serta diwajibkan bekerja sama dengan perusahaan pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP). Namun, hasil pantauan lapangan Kamis dini hari (30/10/2025) sekitar pukul 02.00 WITA menunjukkan kenyataan sebaliknya. Tim menemukan aktivitas hauling ore masih berlangsung di wilayah Abeli Dalam.

Dalam pemeriksaan, surat jalan dari sopir truk ditemukan kosong, tanpa keterangan berat isi atau bukti timbangan dari site pelanggaran nyata terhadap keputusan resmi DPRD.

Lebih parah lagi, truk pengangkut ore milik PT ST Nikel Resources diketahui melintas di jalur umum, yakni di Jalan Puuwatu hingga Jembatan Teluk Kendari, jalur vital yang sudah lama dilarang untuk kendaraan hauling karena membahayakan keselamatan warga dan merusak infrastruktur kota.

Padahal, pemerintah telah berulang kali mengingatkan bahwa Jembatan Teluk Kendari bukan jalur tambang, melainkan fasilitas publik dengan kapasitas terbatas.

Namun larangan ini tampaknya tidak berlaku bagi perusahaan yang merasa kebal hukum.

Tindakan nekat PT ST Nikel Resources memunculkan pertanyaan besar. Apakah hasil keputusan DPRD hanya formalitas tanpa kekuatan hukum. Atau justru ada pembiaran sistematis dari aparat terkait yang menutup mata terhadap pelanggaran terbuka semacam ini.

Sumber internal menyebut, pasca-RDP, belum ada langkah tegas dari Tim Terpadu maupun instansi penegak hukum, sehingga perusahaan merasa leluasa melanjutkan kegiatan.

“Kalau sudah ada keputusan resmi DPRD tapi perusahaan tetap jalan, itu berarti penghinaan terhadap lembaga negara. DPRD harus berani turun, bukan diam,” ujar salah satu pemerhati tambang di Kendari yang enggan disebut namanya.

Kasus PT ST Nikel Resources kini menjadi ujian nyata bagi integritas DPRD Sultra, Dinas ESDM, dan aparat penegak hukum.

Apabila pelanggaran ini dibiarkan, publik akan semakin yakin bahwa penegakan aturan tambang di Sultra hanya berlaku untuk yang lemah, sementara yang punya modal besar bisa melenggang tanpa takut hukum. Keputusan parlemen bisa diabaikan, hukum bisa ditawar, dan keselamatan publik dikorbankan demi kepentingan tambang.

Editor Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *