BOMBANA, rubriksatu.com – Di balik gemerlap industri nikel yang menjanjikan keuntungan besar, kisah sengketa kepemilikan saham PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) menyimpan banyak drama dan kontroversi.
Perusahaan yang telah beroperasi sejak 2003 di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara, ini menjadi pusat perhatian, bukan hanya karena tarik ulur kepemilikan sahamnya yang penuh intrik, tetapi juga dampak lingkungannya yang mengkhawatirkan.
Jejak Panjang Sengketa Saham
PT TMS didirikan pada 24 Desember 2003 dengan kepemilikan awal terbagi antara Amran Yunus (40%), Muhammad Lutfi (30%), dan Ali Said (30%). Namun, perjalanan perusahaan ini tak semulus yang dibayangkan. Pada 2017, perubahan anggaran dasar dan pengalihan saham melalui Akta Notaris Rayan Riyadi Nomor 75 menjadi awal konflik berkepanjangan.
Perubahan kepemilikan saham ini kemudian terbukti didasarkan pada dokumen palsu, yang berujung pada putusan hukum. Pengadilan menyatakan adanya pemalsuan tanda tangan Muhammad Lutfi dan Ali Said dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Akibatnya, dalam kasus pidana, Amran Yunus dan beberapa pihak lain dijatuhi hukuman penjara.
Di ranah perdata, Mahkamah Agung dalam Putusan PK No. 850 PK/PDT/2023 menyatakan bahwa seluruh perubahan kepemilikan saham yang dilakukan setelah RUPSLB 16 Januari 2017 adalah tidak sah dan batal demi hukum. Namun, polemik tak berhenti di situ.
Pada 2024, terjadi perubahan kepemilikan saham yang kembali menuai kontroversi. Akta Notaris Dino Irwin Tengkano menunjukkan adanya pengalihan saham kepada PT SP Setia Internasional (35%), Muhammad Lutfi (7%), Ali Said (7%), PT Cahaya Kabaena Nikel (50%), dan PT Bani Kutup Ria (1%).
Dampak Lingkungan yang Mengerikan
Di balik pertarungan saham ini, Pulau Kabaena menghadapi ancaman nyata: eksploitasi berlebihan yang merusak lingkungan. Dalam rentang 2019-2023, lima perusahaan yang berafiliasi dengan PT TMS diduga telah menjual 14,4 juta WMT ore nikel, baik ke pasar domestik maupun ekspor.
Tambang yang beroperasi secara ilegal sejak 2017 ini mengakibatkan deforestasi masif dan pencemaran air. Sampel air di sekitar tambang menunjukkan kandungan logam berat yang melebihi ambang batas, membahayakan ekosistem dan kesehatan masyarakat setempat. Hal ini melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pulau Kabaena, yang memiliki luas kurang dari 2.000 km², kini menghadapi ancaman kerusakan permanen akibat eksploitasi berlebihan. Hutan-hutan yang dulu rimbun kini berubah menjadi lahan gundul, dan sungai-sungai yang dahulu jernih kini tercemar limbah tambang.
Jejak Elite di Balik PT TMS
Penelusuran Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) mengungkap fakta mengejutkan. Sebanyak 25% saham PT TMS dimiliki oleh PT Bintang Delapan Tujuh Abadi. Menariknya, 99% saham PT Bintang Delapan Tujuh Abadi tercatat atas nama Alaniah Nisrina, sementara 1% sisanya dimiliki oleh Arinta Nila Hapsari.
Nama terakhir ini bukan sosok biasa. Arinta Nila Hapsari adalah istri Gubernur Sulawesi Tenggara terpilih dalam Pilkada 2024, Andi Sumangerukka. Bahkan, Arinta dijuluki “Ratu Nikel Sultra” karena pengaruhnya di industri pertambangan daerah.
Tak hanya itu, Andi Sumangerukka sendiri memiliki latar belakang yang menarik. Sebelum terjun ke politik, ia merupakan Kepala Badan Intelijen Daerah (Kabinda) Sultra (2015-2019) dan sempat menjabat sebagai Pangdam XIV/Hasanuddin (2020-2021).
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, kekayaannya mencapai Rp632 miliar, menjadikannya gubernur terkaya kedua dalam Pilkada 2024.
Dua Wajah Industri Nikel
Di satu sisi, nikel menjadi komoditas strategis yang menopang industri baterai kendaraan listrik. Namun, di sisi lain, praktik bisnis yang sarat kepentingan dan eksploitasi berlebihan membawa dampak sosial dan lingkungan yang serius. Kasus PT TMS hanyalah puncak gunung es dari problem tata kelola tambang di Indonesia.
Kini, publik menanti langkah tegas pemerintah dalam menegakkan hukum. Apakah skandal kepemilikan saham ilegal dan kerusakan lingkungan ini akan ditindaklanjuti, atau justru menguap begitu saja?
(Redaksi)
KONAWE, rubriksatu.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Konawe terus berupaya mengoptimalkan Pendapatan Asli…
KOLTIM, rubriksatu.com – Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Sulawesi Tenggara, Arinta Nila Hapsari,…
KONAWE, rubriksatu.com – Kunjungan kerja Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Konawe ke PT Obsidian Stainless…
KONAWE, rubriksatu.com – Kepolisian Resor (Polres) Konawe bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Konawe bergerak…
KONAWE, Rubriksatu.com-Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri…
KONAWE, Rubriksatu.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), mengambil…