KONSEL, rubriksatu.com – Di Desa Lawisata, Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara, aktivitas tambang PT Gerbang Multi Sejahtera (GMS) memunculkan cerita sengketa yang kompleks. Perusahaan yang dimiliki oleh Wisma Bharuna sebagai komisaris dan Jiang Wang sebagai direktur ini, diduga melanggar kesepakatan damai terkait status lahan yang masih diperebutkan.
Masalah ini menjadi perhatian publik setelah sebuah video berdurasi 3 menit 50 detik tersebar pada Minggu (26/1/2025). Dalam video tersebut, seorang warga dengan nada kecewa menjelaskan bahwa PT GMS dianggap tidak mematuhi kesepakatan damai yang sebelumnya telah disetujui.
Kesepakatan yang dimaksud melibatkan kuasa hukum dari pihak warga, PT GMS, dan pihak Kumbolan, dengan rencana pertemuan yang akan digelar di Kendari untuk mencari solusi bersama.
“Masing-masing kuasa hukum, baik saya, PT GMS, maupun pihak Kumbolan, sudah sepakat untuk bertemu,” ujar warga dalam video. Namun, ia menambahkan, “Sampai sekarang, pertemuan itu belum juga terlaksana.”
Ketidakjelasan ini membuat warga menilai PT GMS telah melanggar kesepakatan. Ironisnya, menurut warga, perusahaan tetap melanjutkan aktivitas penambangan meski pertemuan yang dijanjikan tidak pernah terjadi.
“Yang paling fatal, mereka bukan hanya mengambil stok lama, tapi sudah memproduksi ore baru. Ini jelas melanggar kesepakatan,” tegasnya.
Kekecewaan warga berujung pada tindakan tegas. Mereka memutuskan untuk menutup kembali aktivitas tambang di lokasi tersebut.
“Kami hari ini akan menutup aktivitas tambang karena mereka telah melanggar kesepakatan yang sudah kami bangun bersama,” ujar salah seorang perwakilan warga.
Humas PT GMS, Sakirman, menyatakan bahwa pihak perusahaan dan para pemilik lahan bersengketa sebenarnya telah berupaya mencari jalan damai. Namun, hingga kini solusi permanen belum tercapai.
Polemik ini bermula dari sengketa kepemilikan tanah antara dua pihak, yaitu Sunaya dan Kumbolan. Lahan yang menjadi sumber konflik kini dikelola oleh PT GMS. Meski upaya damai sempat dilakukan, ketegangan kembali mencuat setelah aktivitas penambangan diduga melanggar kesepakatan yang telah dibuat.
Sengketa ini tidak hanya melibatkan status kepemilikan lahan, tetapi juga menyentuh isu yang lebih besar: kepercayaan antara masyarakat lokal dan perusahaan tambang. Ketika perusahaan melanjutkan aktivitas produksi tanpa memperhatikan kesepakatan, rasa percaya masyarakat perlahan terkikis.
Hingga berita ini diterbitkan, aktivitas PT GMS di lokasi sengketa masih menjadi sorotan berbagai pihak, terutama warga yang merasa hak-haknya diabaikan.
Kisah ini adalah pengingat akan pentingnya dialog yang inklusif dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat lokal dalam aktivitas eksplorasi tambang.
Laporan Redaksi