Pembabatan Mangrove Andonohu Diduga Untuk Rumah Gubernur Sultra: Izin Gelap, Lingkungan Menjerit

KENDARI, rubriksatu.com – Dugaan penebangan sekitar tiga hektare hutan mangrove di Kelurahan Andonohu, Kecamatan Poasia, Kota Kendari, kembali menegaskan betapa rapuhnya perlindungan lingkungan di Sulawesi Tenggara.

Aktivitas land clearing yang berlangsung Rabu (26/11/2025) itu disebut-sebut dilakukan untuk pembangunan rumah pribadi Gubernur Sultra, ASR, tepat di depan kawasan elit CitraLand Kendari.

Ironisnya, kawasan yang ditebang merupakan vegetasi mangrove—ekosistem pesisir yang selama ini menjadi tameng alami dari erosi dan abrasi. Namun justru hilang hanya dalam hitungan hari.

Kepala Bidang Pengawasan DLHK Kota Kendari, Indri, membenarkan bahwa lahan yang dibuka tersebut terkait pembangunan rumah pribadi gubernur.

“Kalau itu tidak salah, itu punyanya Pak ASR untuk rumah pribadi,” ujarnya, Sabtu (22/11/2025).

Lebih jauh, Indri menyampaikan bahwa pihaknya hanya menerima klaim lisan dari ajudan gubernur bahwa penebangan tersebut telah mengantongi izin dari Dinas Kehutanan Provinsi Sultra dan pemerintah pusat.

“Ajudan gubernur mengonfirmasi ke kadis bahwa mereka sudah punya izin dari Kehutanan Provinsi, sudah ke pemerintah pusat, sudah ada izinnya,” katanya.

Namun pernyataan itu langsung menimbulkan tanda tanya besar. DLHK Kota Kendari tidak pernah diperlihatkan satu lembar pun dokumen perizinan. Tidak ada nomor izin, tidak ada jenis izin, tidak ada salinannya.

“Kita tidak diperlihatkan izinnya, jadi tidak bisa mengusut lebih jauh. Informasinya hanya melalui konfirmasi ajudan,” tegasnya.

Sikap DLHK ini memunculkan kritik: bagaimana mungkin penebangan ekosistem pesisir seluas tiga hektare dibiarkan hanya berdasarkan klaim lisan tanpa verifikasi dokumen?

Indri menambahkan bahwa area tersebut bukan zona hijau, sehingga pembangunan fisik disebut masih diperbolehkan.

Namun pernyataan ini memunculkan masalah baru. Mangrove adalah ekosistem lindung yang kedudukannya tidak bergantung pada zonasi perumahan. Penebangannya tetap wajib mengikuti izin ketat, analisis dampak lingkungan, dan ketentuan perlindungan pesisir. Dengan kata lain, bukan kawasan hijau bukan berarti bebas merusak mangrove.

DLHK memastikan bahwa areal yang dibuka mencapai lebih dari tiga hektare. Luasan ini cukup besar untuk mengubah karakter ekosistem pesisir Andonohu dan memicu risiko abrasi di wilayah sekitar.

Sampai berita ini diterbitkan, awak media masih berupaya meminta klarifikasi dari Gubernur ASR, Dinas Kehutanan Provinsi Sultra, serta instansi teknis lainnya.

Editor Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *