“Surga” Dirusak, Labengki Dicemari, Tambang PT Paramitha Diduga Biang Bencana Ekologis

KONUT, rubriksatu.com Pulau Labengki, Kabupaten Konawe Utara (Konut) yang selama ini menjadi kebanggaan Sulawesi Tenggara, kini berubah menjadi saksi bisu kejahatan ekologis akibat aktivitas tambang nikel yang diduga dilakukan oleh PT Paramitha Persada Tama.

Pulau yang dijuluki “Miniatur Raja Ampat” itu tak lagi sebening dulu air laut mengabur, karang membusuk, dan mangrove mati berdiri.

PT Paramitha diduga kuat membuang lumpur dan limbah tambangnya langsung ke laut. Ketika hujan mengguyur kawasan tambang, lumpur bercampur zat kimia mengalir tanpa ampun ke pesisir, menghancurkan habitat laut termasuk kima raksasa dan sistem karang yang menjadi penyangga kehidupan pesisir. Tak cukup di situ, pembabatan mangrove secara brutal terus dibiarkan tanpa intervensi nyata dari pemerintah.

“Air laut kami kini seperti susu basi—pekat lumpur dan beracun. Nelayan kehilangan mata pencaharian, dan wisatawan berhenti datang. Ini pembantaian ekosistem!” tegas Muhammad Riski, Direktur Eksekutif GreenSutera Indonesia.

Riski menyebutkan bahwa aktivitas tambang tersebut bukan hanya ceroboh, tetapi melanggar keras sejumlah regulasi, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan PP No. 27 Tahun 2012 tentang AMDAL.

“Ini bukan kelalaian teknis ini kejahatan lingkungan yang sistematis, dan pelakunya harus dihukum. Negara tidak boleh tunduk pada modal,” seru Riski.

GreenSutera mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Pemprov Sultra untuk segera turun tangan. Audit lingkungan independen harus digelar, dan seluruh izin yang dimiliki PT Paramitha harus ditinjau ulang. Jika terbukti bersalah, izin operasi wajib dicabut permanen.

Sampai berita ini terbit, PT Paramitha Persada Tama bungkam seribu bahasa. Tak ada klarifikasi, tak ada tanggung jawab.

Sementara itu, masyarakat Pulau Labengki yang selama ini menggantungkan hidup pada perikanan dan ekowisata, menanti keadilan dari negara yang katanya menjamin keberlanjutan lingkungan. Jika diam dibiarkan, Labengki tak lama lagi tinggal nama tenggelam dalam kerakusan industri dan kelalaian negara.

Editor Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *