Vonis Kontroversial Sengketa Mandiodo: Warga Dipenjara di Atas Tanah Sendiri, Hakim Terancam Dilaporkan ke Komisi Yudisial

KONAWE, rubriksatu.com Putusan yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Unaaha terhadap tiga warga pemilik lahan di Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Konawe Utara, menjadi babak baru dalam konflik panjang antara rakyat kecil dan korporasi tambang.

Kamis, 22 Mei 2025, tiga warga dijebloskan ke penjara dalam kasus yang sarat kontroversi hukum, memicu tangis histeris di ruang sidang dan kemarahan keluarga korban ketidakadilan.

Warga yang dituduh melakukan pemalangan jalan yang ternyata berada di atas tanah mereka sendiri divonis pidana penjara atas dakwaan alternatif Pasal 192 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, padahal dakwaan utama JPU soal pemerasan gagal dibuktikan.

Majelis hakim menjatuhkan vonis berbeda, Sahrir empat tahun penjara, Restu Alqadri Hidayat tiga tahun penjara, dan Basmanto enam tahun penjara.

Vonis ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Kuasa hukum menuding hakim berat sebelah karena mengabaikan fakta bahwa jalan yang dipalang para terdakwa adalah lahan milik pribadi yang dibuktikan dengan surat alas hak yang sah.

“Ini vonis sesat dan mencederai rasa keadilan rakyat. Bagaimana mungkin seseorang dipidana karena memalang jalan di tanah miliknya sendiri?” tegas Nastum, SH, kuasa hukum terdakwa, dengan nada geram usai sidang.

Kuasa hukum menyatakan akan mengajukan banding sekaligus melaporkan majelis hakim ke Komisi Yudisial atas dugaan pelanggaran kode etik dan profesionalitas dalam memutus perkara. Menurut mereka, majelis tidak netral dan seolah hanya menjadi corong kepentingan perusahaan tambang, yakni PT Bumi Nikel Nusantara (BNN).

“Kalau ini dibiarkan, maka tidak ada lagi hak milik rakyat yang aman. Semua bisa dikriminalisasi hanya karena perusahaan besar merasa terganggu aktivitasnya,” tambah Nastum.

Kasus Mandiodo menjadi sorotan publik karena dinilai sebagai simbol ketimpangan hukum, di mana rakyat kecil yang mempertahankan hak atas tanahnya justru dikriminalisasi.

Bahkan, vonis ini dinilai sebagai preseden buruk dalam penegakan hukum agraria di Indonesia, khususnya di kawasan industri tambang yang sarat konflik dan intimidasi.

Vonis ini menjadi cermin buruknya kepekaan hukum terhadap realitas sosial. Sementara PT BNN terus beroperasi di wilayah yang dipenuhi konflik lahan dan lingkungan, tiga warga harus mendekam di balik jeruji hanya karena mempertahankan hak yang seharusnya dilindungi oleh negara.

Laporan Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BERITA TERKINI