JAKARTA, Rubriksatu.com – Skandal tambang ilegal di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara, menyeret nama-nama penting dalam lingkar kekuasaan. Dari sang gubernur hingga anak dan istrinya, dugaan keterlibatan dalam aktivitas pertambangan PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) memunculkan kekhawatiran akan praktik penyalahgunaan kekuasaan yang terorganisir.
Senin, 30 Juni 2025, Himpunan Pemuda 21 Nusantara (HP21Nusantara) menggelar aksi demonstrasi di dua titik strategis: Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra dan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Massa aksi menuntut agar dugaan keterlibatan Gubernur Sultra, Mayjen (Purn) Andi Sumangerukka, dan keluarganya dalam aktivitas tambang ilegal diusut tuntas.
“Ini bukan sekadar pelanggaran lingkungan, tapi kejahatan terstruktur. Kekuasaan dijadikan alat perampasan sumber daya negara,” tegas Arnol Ibnu Rasyid, Ketua dan Koordinator Lapangan HP21Nusantara kepada awak media.
Menurut Arnol, sejak PT TMS aktif melakukan ekspor ore nikel dari Kabaena pada 2019, kerusakan lingkungan tak bisa dihindari. Bukit gundul, hutan musnah, dan rusaknya pesisir menjadi saksi bisu eksploitasi besar-besaran di pulau kecil itu.
Yang lebih mengkhawatirkan, lanjut Arnol, kepemilikan saham mayoritas PT TMS diduga kuat berada di tangan keluarga Gubernur Sultra. “Putri dan istri gubernur mengendalikan saham utama. Ini bentuk kamuflase untuk menjauhkan nama sang gubernur dari jerat hukum,” ungkapnya.
HP21Nusantara juga menuntut Partai Gerindra untuk mengambil tindakan tegas dengan mencopot Andi Sumangerukka dari jabatannya sebagai Dewan Pembina DPD Partai Gerindra Sultra.
“Kami menagih integritas partai ini. Jika terbukti terlibat, maka sang gubernur harus dipecat dari struktur partai dan direkomendasikan untuk diperiksa oleh aparat penegak hukum,” tegas Arnol.
Desakan itu juga menyasar penegak hukum seperti KPK dan Kejaksaan Agung. HP21Nusantara meminta institusi tersebut tidak tinggal diam dan segera menyelidiki keterlibatan keluarga Gubernur dalam perusakan lingkungan dan dugaan tindak pidana korupsi.
Arnol juga menyinggung soal harta kekayaan sang gubernur yang disebut-sebut melesat tajam pasca pensiun dari militer dan menjabat sebagai orang nomor satu di Sultra. Ia menduga, kekayaan tersebut berkaitan erat dengan aktivitas tambang nikel yang dilakukan secara sistematis dan tanpa pengawasan ketat.
“Ini bukan cuma soal tambang, tapi soal pengkhianatan terhadap rakyat, terhadap amanat reformasi, dan terhadap keadilan sosial,” pungkas Arnol.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PT TMS, Gubernur Sultra, maupun pengurus DPP Partai Gerindra. Sementara KPK dan Kejaksaan Agung masih belum mengeluarkan pernyataan terkait laporan masyarakat yang sudah masuk.
Pulau Kabaena kini menjadi simbol pertaruhan: apakah hukum bisa berdiri tegak di hadapan kekuasaan yang berlindung di balik nama keluarga, atau justru runtuh dalam diam yang terkoordinasi.
Laporan: Redaksi
Editor: Rubriksatu