JAKARTA, rubriksatu.com – Gelombang kemarahan warga dan aktivis akhirnya meledak di jantung ibu kota. Kawasan elit SCBD Jakarta Selatan berubah panas, Rabu (21/5/2025), saat Perhimpunan Aktivis Nusantara (PERANTARA) menggelar aksi unjuk rasa jilid II menuntut pencabutan izin operasional PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) anak perusahaan PT Merdeka Battery Minerals Tbk yang beroperasi di Routa, Konawe, Sulawesi Tenggara.
Kericuhan sempat terjadi. Akses kendaraan dari SCBD menuju Sudirman lumpuh. Aparat kepolisian tampak kewalahan menghadang massa yang terus meneriakkan tuntutan.
“Ini bukan sekadar pencemaran lingkungan. Ini kejahatan kemanusiaan yang dibiarkan negara!” teriak Eghy Setiawan, orator utama yang juga penggagas gerakan PERANTARA.
PERANTARA menyebut operasi tambang PT SCM telah menyebabkan kerusakan lingkungan parah di Konawe dan Konawe Utara. Salah satu bukti nyata adalah banjir lumpur yang kembali menerjang Desa Wiwirano, serta perubahan warna sungai menjadi cokelat pekat yang diduga kuat akibat aktivitas tambang.
“Sudah berapa musim hujan rakyat Wiwirano dan sekitarnya jadi korban? Sungai tercemar, tanah rusak, bahkan akses hidup masyarakat lumpuh. Negara di mana?” ucap Muhammad Rahim, koordinator lapangan aksi.
Tak puas dengan aksi jalanan, PERANTARA menyiapkan langkah lebih tegas. Mereka akan mendatangi Kementerian ESDM dan KLHK untuk mendesak, Pencabutan izin operasi PT SCM kemudian audit ulang dokumen AMDAL dan penindakan pelanggaran hukum lingkungan
Selain itu, mereka menuntut DPR RI segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk memaksa dikeluarkannya rekomendasi pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT SCM.
“Negara tak boleh terus membisu. Jika tidak berpihak pada rakyat, maka rakyat akan berdiri melawan!” tegas Rahim dalam orasinya.
PERANTARA menegaskan, aksi akan terus digelar dan diperluas ke berbagai wilayah, hingga izin PT SCM benar-benar dicabut dan negara turun tangan secara tegas.
Hingga berita ini dirilis, PT SCM belum memberi tanggapan atas semua tuntutan tersebut. Sementara itu, masyarakat di sekitar tambang terus menghadapi ancaman nyata: banjir, pencemaran, dan hilangnya ruang hidup.
Laporan Redaksi