Tie Saranani Sentil Istri Bupati Konawe: Ketua PGRI Kok Langgar Kode Etik Guru?

KENDARI, rubriksatu.com – Kritik keras dilayangkan pegiat media sosial Sulawesi Tenggara, Tie Saranani, terhadap Hania, istri Bupati Konawe Yusran Akbar, yang juga menjabat sebagai Ketua PGRI, Ketua Tim Penggerak PKK, dan Ketua Dekranasda Konawe.

Tie menilai, perilaku Hania tidak hanya mencederai etika profesi guru, tapi juga merusak wibawa lembaga pendidikan di Konawe.

Dalam video yang diunggah di akun TikTok pribadinya, Tie menyebut publik kini tidak lagi kaget dengan berbagai pemberitaan soal aktivitas istri orang nomor satu di Konawe itu.

Mulai dari dugaan tidak pernah mengajar sebagai guru bersertifikasi, hingga tetap menerima Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang seharusnya hanya diberikan kepada guru aktif.

“Hampir semua orang tahu. Saya dari dulu ingin bertemu langsung dengan Ibu ini untuk bicara banyak hal. Tapi makin ke sini, makin aneh. Pakai joki mengajar tapi tetap terima tunjangan? Ini sudah keterlaluan,” tegas Tie.

“Ketua PGRI Kok Langgar Kode Etik Guru?”

Tie menyebut Hania seharusnya menjadi teladan bagi ribuan guru di Kabupaten Konawe, bukan justru memberi contoh buruk.

Sebagai Ketua PGRI, kata dia, Hania harus paham bahwa guru bersertifikasi wajib memenuhi beban kerja minimal 24 jam tatap muka per minggu.

Jika kewajiban itu tidak dilaksanakan, tetapi TPG tetap diterima, maka hal itu bisa masuk kategori penyimpangan keuangan negara.

“Kalau tidak mengajar tapi tetap terima TPG, itu bukan lagi pelanggaran administratif, tapi bisa dikategorikan sebagai tindakan koruptif,” ujar Tie tajam.

Menurutnya, pelanggaran semacam itu tidak pantas dilakukan oleh seorang Ketua PGRI yang seharusnya menjadi simbol moral dan profesionalitas guru.

“Ketua PGRI kok malah langgar kode etik guru? Ini sudah mencoreng wajah dunia pendidikan Konawe,” ucapnya dengan nada tinggi.

Tie juga menyoroti rangkaian jabatan strategis yang kini disandang Hania — mulai dari Ketua PKK, Ketua Dekranasda, hingga Ketua PGRI.

Ia menilai hal itu mencerminkan ambisi berlebihan dan minimnya rasa tanggung jawab terhadap jabatan utama sebagai guru.

“Kalau mau jadi Ketua PKK atau Dekranasda, silakan. Tapi jangan klaim masih aktif jadi guru. Pilih satu. Jangan semua mau dipegang,” tegasnya.

Tie menambahkan, rangkap jabatan seperti itu berpotensi mengganggu independensi organisasi profesi seperti PGRI, apalagi jika posisinya digunakan untuk memperkuat kepentingan politik kekuasaan.

Dalam bagian akhir kritiknya, Tie menilai pemerintahan Konawe di bawah kepemimpinan Bupati Yusran Akbar dan Wakil Bupati Syamsul Ibrahim terus diwarnai polemik dan kegaduhan.

Ia bahkan melontarkan sindiran pedas terhadap dinamika politik di daerah tersebut.

“Baru beberapa bulan dilantik, tapi sudah tiga matahari di Konawe bupati, istri bupati, dan pemilik uang. Semua ingin berkuasa, semua mau mengatur. Kacau,” sindirnya.

Tie pun menyerukan kepada masyarakat Konawe agar tidak tinggal diam terhadap kondisi tersebut.

“Rakyat harus buka mata. Kalau kekacauan seperti ini dibiarkan, jangan heran kalau dunia pendidikan dan birokrasi Konawe makin rusak,” tutupnya.

Editor Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *