KENDARI, rubriksatu.com – Aroma busuk dugaan pelanggaran tambang kembali menyeruak di Sulawesi Tenggara. Kali ini, nama PT ST Nickel Resources menjadi sorotan tajam setelah terungkap melakukan kegiatan hauling tanpa izin sah. Skandal ini akhirnya meledak di rapat dengar pendapat (RDP) DPRD Provinsi Sultra, Selasa (28/10/2025).
Dalam forum panas itu, Korps Mahasiswa dan Pemuda Indonesia (KOMANDO) mendesak DPRD dan instansi teknis agar tidak hanya bicara, tapi bertindak tegas menghentikan sementara seluruh aktivitas perusahaan yang diduga melanggar aturan tersebut.
“Pelanggarannya terang-benderang. Mereka sendiri mengakui hauling dilakukan bukan dengan perusahaan pemegang IUJP. Itu artinya ilegal. Secara hukum, mereka tidak punya hak mengangkut,” tegas Sulkarnain, Koordinator Presidium KOMANDO, dengan nada geram.
KOMANDO bahkan membawa bukti konkret, mulai dari dokumentasi lapangan, data penimbangan jety PT TAS yang menunjukkan indikasi kelebihan muatan, hingga dokumen perizinan yang diduga dimanipulasi.
“Jangan tanya bukti, semua sudah kami pegang. Mereka sendiri mengakui pelanggarannya,” sambung Sulkarnain sambil mengangkat map berisi dokumen yang ia sebut “bukti pelanggaran terang-benderang”.
Ia menegaskan, pihaknya siap menyerahkan semua bukti kepada aparat penegak hukum dan instansi teknis untuk menjerat perusahaan yang diduga bermain di luar koridor hukum ini.
Sementara itu, Inspektur Tambang yang turut hadir menegaskan, kegiatan pengangkutan hasil tambang hanya bisa dilakukan oleh pihak berizin.
“Kalau tidak punya izin IUJP, maka wajib menggunakan perusahaan pengangkut berizin. Tidak bisa main semaunya,” ujarnya tegas.
Dari Dinas Perhubungan Sultra, peringatan juga dilontarkan agar perusahaan mematuhi setiap prosedur dan tidak lagi melanggar regulasi.
“Kalau mau lanjut, semua aktivitas angkutan harus terdokumentasi dan dilaporkan resmi. Tidak ada lagi permainan data,” tegas perwakilan Dishub.
Namun di tengah desakan keras publik dan bukti yang disodorkan, DPRD Sultra justru terkesan masih menahan langkah. Komisi III hanya menyimpulkan akan melakukan peninjauan lapangan terlebih dahulu sebelum menentukan sanksi.
“Kami akan tinjau langsung. Bila ditemukan pelanggaran, sanksi tegas akan diberikan,” kata pimpinan rapat dengan nada diplomatis.
Langkah ini memicu tanda tanya di kalangan aktivis. Pasalnya, dengan bukti yang sudah terang, DPRD dinilai terlalu lembek menghadapi perusahaan besar.
“Jangan sampai DPRD hanya jadi stempel legalitas untuk pelanggar hukum,” sindir salah satu peserta RDP.
Polemik ini pun menjadi ujian serius bagi pemerintah daerah dan DPRD Sultra: berani menegakkan hukum atau tunduk pada kepentingan korporasi tambang raksasa.
Editor Redaksi













