KOLUT, rubriksatu.com – Bau busuk praktik tambang ilegal kembali menyeruak di Sulawesi Tenggara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia mengungkap indikasi kuat kejahatan kehutanan dan pelanggaran berat perizinan tambang di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut).
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Nomor 13/LHP/XVII/05/2024, bertanggal 20 Mei 2024, auditor negara secara gamblang menyebut adanya perusahaan yang melakukan aktivitas tambang di kawasan hutan tanpa izin resmi dari pemerintah pusat.
Perusahaan yang disorot tak lain adalah PT Bumi Dua Mineral (BDM) — salah satu pemain tambang yang beroperasi di wilayah Kolut dan diduga melakukan pembukaan lahan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 9,02 hektare tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Langkah PT BDM dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebuah delik pidana serius yang ancamannya bisa penjara hingga 10 tahun dan denda miliaran rupiah.
BPK dalam temuannya juga menyoroti kelalaian fatal perusahaan tersebut dalam memenuhi kewajiban lingkungan. PT BDM belum menyetorkan dana Jaminan Reklamasi (Jamrek) dan dana pascatambang sebagaimana diwajibkan oleh peraturan Kementerian ESDM.
Padahal, dua kewajiban itu adalah jaminan moral dan finansial agar perusahaan tidak lepas tangan setelah merusak hutan dan tanah rakyat. Tanpa dana reklamasi, bekas galian tambang berpotensi menjadi kubangan maut dan sumber bencana ekologis di Kolut.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi kejahatan terencana terhadap lingkungan dan keuangan negara,” kata seorang aktivis lingkungan di Kolaka Utara yang enggan disebut namanya. “Jika BPK sudah menemukan fakta ini, maka penegak hukum tidak boleh diam.”
Berdasarkan data resmi Mineral One Data Indonesia (MODI) milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PT Bumi Dua Mineral dimiliki oleh H. Rijal Jamaluddin, PT Anugrah Jasmido Raya, dan PT Rai Dilipratama.
Ketiganya kini disorot publik karena diduga menjadi bagian dari jaringan perusahaan tambang yang beroperasi tanpa kepatuhan penuh terhadap izin kehutanan dan kewajiban lingkungan.
Jika temuan BPK ini benar-benar ditindaklanjuti, maka kasus PT BDM berpotensi menjadi pintu masuk untuk membongkar praktik manipulasi izin dan penghindaran kewajiban reklamasi yang selama ini membebani negara dan merusak ekosistem hutan Kolaka Utara.
Temuan resmi BPK seharusnya menjadi alarm keras bagi aparat penegak hukum dan Kementerian ESDM serta KLHK. Namun ironisnya, hingga berita ini diterbitkan, belum ada satu pun langkah konkret dari instansi terkait untuk menyegel lokasi tambang atau memeriksa direksi PT BDM. Publik pun menilai bahwa laporan BPK akan sia-sia jika tidak diikuti dengan tindakan tegas.
“Kalau BPK sudah menemukan bukti pelanggaran tapi tidak ada penindakan, itu artinya negara kalah oleh korporasi,” ujar sumber lain dari jaringan pemantau tambang Sultra.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Bumi Dua Mineral belum memberikan tanggapan resmi atas temuan BPK tersebut. Namun diamnya perusahaan justru memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang sengaja disembunyikan dari publik.
Editor Redaksi











