JAKARTA, rubriksatu.com – Pelarian panjang Paulus Tannos, tersangka kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP), berakhir setelah dirinya berhasil ditangkap di Singapura beberapa hari lalu. Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu kini terancam mendekam di balik jeruji besi setelah sempat buron selama bertahun-tahun.
Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Agustus 2019 bersama tiga orang lainnya, yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Isnu Edhy Wijaya, anggota DPR periode 2014-2019 Miriam S. Haryani, dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
Dalam proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun tersebut, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Paulus Tannos diduga menerima keuntungan sebesar Rp145,8 miliar. Perusahaan ini bahkan memperoleh porsi pekerjaan sekitar 44 persen meski baru bergabung sebagai anggota konsorsium di tahap akhir. Proyek ini sendiri menyebabkan kerugian negara hingga Rp2,3 triliun.
Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, membenarkan kabar penangkapan Paulus Tannos. Ia mengungkapkan bahwa proses hukum terhadap yang bersangkutan sedang berlangsung.
“Iya, benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” ungkap Fitroh kepada awak media, Jumat (24/1/2025).
Menurut Fitroh, KPK tengah berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM untuk melengkapi persyaratan ekstradisi.
“Kami berusaha mempercepat proses ekstradisi sehingga yang bersangkutan segera bisa dibawa ke Indonesia untuk disidangkan,” jelasnya.
Proses ini memanfaatkan perjanjian ekstradisi yang telah disepakati antara Indonesia dan Singapura pada Januari 2022. Perjanjian tersebut bertujuan mempermudah aparat hukum kedua negara dalam menangani kasus korupsi, narkotika, dan terorisme.
Penangkapan Paulus Tannos kembali menyoroti peran Singapura sebagai tempat persembunyian sejumlah buronan korupsi Indonesia sebelum adanya perjanjian ekstradisi. Selain Tannos, beberapa nama besar seperti Harun Masiku, Djoko Tjandra, dan Eddy Sindoro juga diketahui pernah berlindung di negara tersebut.
Dalam kasus Paulus Tannos, proses pemulangannya sempat terkendala karena dirinya memiliki kewarganegaraan ganda, salah satunya Afrika Selatan. Tak hanya itu, ia juga sempat mengubah identitasnya, seperti yang diungkapkan Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu.
“Paulus Tannos mengganti namanya dan menggunakan paspor baru dari Afrika Selatan. Kami pernah berhadapan langsung dengannya, tetapi eksekusi tidak dapat dilakukan karena ia menggunakan identitas berbeda,” beber Asep.
Kasus e-KTP merupakan salah satu skandal korupsi terbesar di Indonesia yang menyeret banyak nama besar ke meja hijau. Beberapa di antaranya adalah mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan anggota DPR Markus Nari, pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto, serta sejumlah pihak swasta seperti Anang Sugiana Sudihardjo, Made Oka Masagung, dan Irvanto Hendra Pambudi yang merupakan keponakan Setya Novanto.
Dengan tertangkapnya Paulus Tannos, KPK diharapkan mampu menuntaskan kasus ini dan memberikan keadilan bagi negara yang dirugikan.
(AS)