KONAWE, rubriksatu.com — Sejumlah aset reklame milik Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe tampak dibiarkan rusak dan terbengkalai tanpa perawatan.
Padahal, fasilitas tersebut merupakan sumber potensial Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang seharusnya bisa dimaksimalkan untuk menopang pembangunan. Kondisi ini memperlihatkan betapa buruknya tata kelola aset Pemda.
Di lapangan, satu unit papan reklame milik Pemda yang berdiri di depan Kantor Koramil Wawotobi terlihat nyaris roboh, berkarat, dan tidak lagi dimanfaatkan. Aset ini seolah hanya menjadi besi tua yang dibiarkan menjadi monumen pemborosan anggaran.
Ironisnya, kondisi Videotron milik Pemda di Kelurahan Kasupute, Kecamatan Wawotobi, tak kalah mengenaskan. Fasilitas modern yang semestinya menjadi instrumen promosi daerah dan ruang pemasangan iklan berbayar itu kini mati total. Tidak ada konten, tidak ada fungsi, tidak ada pemasukan. Videotron tersebut berubah menjadi pajangan kosong yang memakan anggaran tanpa menghasilkan.
Padahal, keberadaan videotron dan papan reklame memiliki potensi pemasukan besar jika dikelola secara profesional. Banyak pelaku usaha lokal yang membutuhkan media promosi, tetapi aset strategis ini justru dibiarkan rusak tanpa kejelasan.
Kerusakan ini memperlihatkan indikasi kelalaian serius Pemda dalam inventarisasi, perawatan, dan pemanfaatan aset daerah. Akibatnya, peluang penambahan PAD justru hilang begitu saja.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Konawe, Dr. Cici Ita Ristianty, SE., ME., membenarkan kondisi buruk aset reklame milik daerah tersebut.
“Semua akan kita benahi. Kita upayakan agar bisa berfungsi kembali secara normal,” ujar Cici saat dikonfirmasi melalui telepon seluler, Minggu 16 November 2025.
Meski ada janji perbaikan, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kerusakan sudah berlangsung cukup lama tanpa tindakan nyata. Jika tidak segera dilakukan audit menyeluruh dan penindakan terhadap pihak yang lalai, potensi PAD Konawe akan terus bocor dan menguap percuma.
Aset publik yang seharusnya menghasilkan pemasukan, kini justru menjadi simbol kegagalan pengelolaan keuangan daerah.
Editor Redaksi













