Skandal di Bank Pelat Merah, Sertifikat Nasabah Diduga Dialihkan Tanpa Izin di BRI Unit Unaaha

KONAWE, rubriksatu.com – Dugaan praktik penyimpangan perbankan menyeruak di tubuh Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Unaaha, Kabupaten Konawe.

Kantor cabang BUMN tersebut kini disorot tajam usai dilaporkan mengalihkan agunan milik nasabah tanpa izin pemilik yang sah.

Nasabah atas nama Narsi Binti Teru, warga Kelurahan Tongauna, Kecamatan Tongauna, mengaku menjadi korban pengalihan sertifikat tanah yang sebelumnya dijaminkan sebagai agunan pinjaman di BRI Unit Unaaha.

Melalui kuasa hukumnya dari Law Office Risal Akman & Partner’s, yakni Risal Akman, S.H., M.H. dan Djabal Rahman, S.H., M.H., Narsi resmi melayangkan somasi kedua dan terakhir kepada pihak BRI, menuntut agar sertifikat jaminan segera dikembalikan, sebab, sertifikat Jaminan Diduga “Hilang” dan Berpindah Tangan ke Orang Lain

Dalam perjanjian kredit, Narsi menjaminkan dua Sertifikat Hak Milik (SHM) masing-masing Nomor 00850 atas nama Narsi dan Nomor 218 atas nama Bastaman.

Kedua dokumen itu diserahkan langsung kepada pegawai BRI Unit Unaaha bernama Deskman, sesuai prosedur perbankan yang berlaku.

Namun, dalam proses selanjutnya, salah satu sertifikat (SHM 218) justru diketahui berpindah tangan kepada pihak lain tanpa sepengetahuan maupun persetujuan pemilik agunan. Pihak penerima misterius itu disebut bernama Subardin Bulandama.

“Tindakan itu bukan hanya kelalaian administratif, tapi pelanggaran berat terhadap prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking).

Sertifikat jaminan tidak boleh berpindah tanpa prosedur resmi,” tegas Risal Akman, dalam keterangan resminya, Selasa (21/10/2025).

Dalam somasi kedua tertanggal 21 Oktober 2025, tim kuasa hukum memberikan tenggat waktu hingga 23 Oktober 2025 bagi BRI Unit Unaaha untuk mengembalikan dokumen jaminan dimaksud.

Jika tidak, mereka memastikan akan menempuh jalur hukum pidana dan perdata.

“Somasi ini adalah peringatan terakhir. Jika tidak direspons, kami akan melapor ke aparat penegak hukum atas dugaan penyalahgunaan dan penggelapan dokumen agunan nasabah,” tegas Risal.

Kuasa hukum menilai, kasus ini dapat masuk kategori dugaan pelanggaran Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau bahkan pelanggaran Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, karena berkaitan langsung dengan penyalahgunaan aset nasabah.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi citra BRI sebagai salah satu bank pelat merah terbesar di Indonesia.

Jika benar terbukti terjadi pengalihan agunan tanpa izin, maka praktik itu bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan indikasi lemahnya pengawasan internal dan potensi penyalahgunaan wewenang di tingkat unit.

Publik kini menanti tanggung jawab moral dan hukum dari manajemen BRI, baik di tingkat cabang maupun pusat. Sebab, dalam kasus ini, kepercayaan nasabah menjadi taruhan utama.

“Kalau sertifikat nasabah bisa hilang dan berpindah tangan seenaknya, apa jaminan keamanan dokumen masyarakat di BRI?” ujar seorang aktivis konsumen di Konawe, menyoroti kasus tersebut.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak BRI Unit Unaaha belum memberikan tanggapan resmi atas somasi kedua dari kuasa hukum nasabah.

Edit Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *