KENDARI, rubriksatu.com – Aroma kontroversi dalam penyelenggaraan Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadist (STQH) Nasional XXVIII di Kota Kendari makin memanas. Forum Pemuda Bela Islam (FPPI) secara resmi melaporkan penggagas dan panitia pelaksana kegiatan ke Polda Sulawesi Tenggara, Selasa (7/10/2025), dengan tudingan keras bahwa ada unsur penistaan agama di balik pemilihan maskot STQH.
Ketua FPPI, Sulkarnain, menilai penggunaan hewan sebagai maskot dalam ajang keagamaan berskala nasional itu adalah tindakan ceroboh, tidak etis, dan mencederai nilai-nilai Islam.
“Kegiatan seperti STQH itu sakral. Tapi kalau diselipkan simbol yang justru melecehkan agama, itu bukan lagi kesalahan kecil itu bentuk penghinaan terhadap Al-Qur’an dan Hadist,” tegas Sulkarnain usai melapor di Mapolda Sultra.
Menurutnya, simbolisasi hewan dalam kegiatan yang membawa nama Al-Qur’an dan Hadist tak hanya keliru secara estetika, tetapi juga mengandung potensi pelecehan terhadap ajaran Islam.
“Bagaimana mungkin ajaran suci Al-Qur’an disimbolkan dengan hewan. Ini bukan kreativitas, tapi penghinaan terang-terangan terhadap nilai agama,” ujar mantan Ketua Umum HMI Kendari itu.
FPPI menilai keputusan panitia dan penyelenggara nasional STQH tidak sekadar lalai, melainkan menunjukkan rendahnya sensitivitas terhadap nilai-nilai Islam di tengah masyarakat yang religius.
“Kami tidak anti kegiatan agama. Tapi kalau penyelenggaraannya justru melukai perasaan umat, maka itu harus dilawan secara hukum dan moral,” tambah Sulkarnain.
FPPI telah melaporkan sejumlah pihak yang dianggap bertanggung jawab, mulai dari Event Organizer (EO), panitia pelaksana, Gubernur Sulawesi Tenggara, hingga Menteri Agama RI.
Laporan itu didasarkan pada Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama pasal yang pernah digunakan dalam kasus-kasus besar serupa.
“Kami ingin ini jadi pelajaran. Jangan ada lagi kesalahan fatal yang mengatasnamakan kreativitas, tapi menodai kesucian ajaran agama,” tegasnya.
Sulkarnain juga menyerukan agar umat Islam di seluruh Indonesia ikut mengawal kasus ini, agar proses hukum tidak berhenti di meja penyidik.
“Ini bukan sekadar simbol, tapi marwah Islam yang sedang dipermainkan. Kami minta aparat bertindak tegas, transparan, dan tanpa tebang pilih,” pungkasnya.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari panitia maupun pihak Kementerian Agama terkait laporan tersebut. Publik kini menunggu sikap tegas aparat penegak hukum terhadap kasus yang dinilai telah mencoreng kegiatan keagamaan tingkat nasional.
Editor Redaksi