Tipu Daya Tambang Routa: Janji Palsu PT SCM, Ore Nikel Dikuras, Pabrik Feronikel Tak Pernah Ada

KONAWE, rubriksatu.com – Drama tambang di Routa, Konawe, kini memasuki babak paling memalukan dalam sejarah investasi daerah. PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM), anak usaha PT Merdeka Copper Gold Tbk, diduga kuat hanya menjadikan wilayah Routa sebagai ladang penjarahan sumber daya, bukan sebagai tempat pembangunan industri strategis seperti yang dijanjikan.

Semenjak diumbar ke publik, janji membangun pabrik pengolahan feronikel stainless steel di Routa hanya menjadi angin surga. Sementara itu, jutaan ton ore nikel telah dikeruk dan dikirim ke luar daerah tanpa bekas kontribusi industri hilir di wilayah sendiri.

Ironisnya, Pemerintah Kabupaten Konawe terlihat seolah tak berdaya. Kebijakan karpet merah untuk investor nyatanya malah menjelma jadi karpet merah untuk penjarahan kekayaan alam daerah. Ketika janji tak ditepati dan eksploitasi terus berjalan, publik patut bertanya: siapa yang sebenarnya diuntungkan dari semua ini?

JANJI HANYA JADI MODUS

Data terbaru menyebutkan, PT SCM telah memproduksi 6,4 juta metrik ton nikel hanya dalam kuartal IV tahun 2024—angka yang sangat fantastis untuk perusahaan yang belum membangun satu pun fasilitas pengolahan di Konawe.

Pada saat yang sama, tidak ada satu batu pun diletakkan sebagai fondasi smelter yang dijanjikan sejak 2022. Bahkan, kawasan yang disebut-sebut sebagai lokasi pembangunan pabrik pun kini menjadi wilayah tertutup yang tak bisa dipantau masyarakat. Alih-alih pabrik, justru perusahaan kontraktor tambang lain bermunculan, menggempur wilayah yang sebagian besar merupakan hutan lindung.

Pada Juli 2022, Sekda Konawe, Dr. Ferdinand, bersama sejumlah OPD mengunjungi lokasi yang diklaim sebagai calon kawasan industri. Dengan penuh semangat, ia menyerukan dukungan masyarakat demi investasi yang sehat. Sayangnya, harapan itu berubah menjadi jebakan. Pemda diduga lengah, bahkan gagal menagih komitmen investasi dari perusahaan.

Kini, suara-suara kecewa mulai terdengar. Salah satu tokoh pemuda Routa menyebut janji pembangunan smelter hanyalah “obat telinga” agar perusahaan bebas mengeruk nikel tanpa gangguan masyarakat.

Sikap tertutup perusahaan dalam memberi akses informasi atau perkembangan pembangunan menambah kecurigaan bahwa tidak ada kesungguhan dari PT SCM untuk menunaikan janjinya. Sementara masyarakat dilarang melihat dari dekat, alat berat dan truk pengangkut nikel terus berlalu-lalang keluar masuk hutan Routa.

Yang tersisa kini hanyalah kerusakan lingkungan, banjir lumpur, dan rasa dikhianati. Semua berawal dari janji pembangunan kawasan industri feronikel, namun berakhir sebagai kisah eksploitasi sumber daya yang dibungkus dalih investasi.

Apakah Pemda Konawe akan terus diam dan membiarkan ini menjadi warisan kelam bagi generasi mendatang? Ataukah saatnya pengawasan serius dilakukan, bukan hanya oleh Pemda, tapi juga oleh penegak hukum dan publik?

Rakyat menunggu, bukan lagi janji, tapi aksi. Karena waktu sudah habis—dan Routa sudah nyaris habis pula.

Laporan Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *