Bos Tambang Kelas Kakap jadi Tersangka, Kejati Sultra Bongkar Skandal Ratusan Miliar di Kolaka Utara

KOLUT, rubriksatu.com – Mafia tambang di Kolaka Utara akhirnya mulai tersentuh. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara kembali menggebrak, menetapkan tersangka kelima dalam kasus mega korupsi tambang yang merampok negara hingga ratusan miliar rupiah.

Tersangka terbaru adalah Haliem Huntoro alias HH, bos tambang sekaligus Direktur Utama PT Kurnia Mining Resources (KMR). Ia juga diketahui memiliki saham di PT Pandu Citra Mulia (PCM), dua perusahaan yang berada di jantung pusaran perampokan sumber daya nikel secara ilegal dan terstruktur.

Asisten Pidana Khusus Kejati Sultra, Iwan Catur Karyawan, menegaskan bahwa HH telah dua kali diperiksa sebagai saksi sebelum resmi dijebloskan ke rumah tahanan cabang Kejaksaan di Jakarta Selatan, Jumat (9/5/2025) malam.

“Sebelum penetapan, kami sudah lakukan gelar perkara di hadapan pimpinan. Bukti cukup, keterlibatan HH sangat terang,” ujar Iwan.

Modus Kejahatan: Jetty Disulap Jadi Gerbang Ore Ilegal

Dalam konstruksi kasus, PT AMIN—pemegang IUP Operasi Produksi di Kolut—mengantongi kuota produksi dan penjualan ratusan ribu ton ore nikel pada 2023. Namun, permainan gelap terjadi saat Direktur PT BPB, ES, melakukan pengangkutan ore dari bekas wilayah IUP PT PCM dengan dokumen palsu milik PT AMIN, melalui jetty milik PT KMR.

Dan parahnya, semua dilakukan atas sepengetahuan dan persetujuan HH.

“HH tahu betul ore itu ilegal. Ia tak hanya menyetujui, tapi juga menikmati hasilnya. Ia terima royalti dan sewa jetty dari hasil penjualan ore ilegal,” beber Iwan.

Kejaksaan bahkan menyatakan bahwa HH mengakui fakta-fakta tersebut dan tidak membantah keterlibatannya dalam praktik yang merugikan negara ini.

Penahanan HH menambah daftar panjang tersangka korupsi tambang Kolut. Sebelumnya, Kejati Sultra telah menetapkan empat tersangka, yakni Moch Machrusy sebagai Dirut PT AMIN, MLY Kuasa Direktur PT AMIN dan ES selaku Direktur PT BPB serta Supriyadi Kepala Kantor UPP Klas III Kolaka.

Semua tersangka dijerat pasal-pasal berat terkait tindak pidana korupsi, suap, dan penyalahgunaan wewenang.

Namun publik masih bertanya-tanya: Apakah ini akan berhenti di level operator? Atau Kejati Sultra benar-benar berani membongkar aktor intelektual dan beking politik di belakang mafia tambang ini?

Jika penindakan berhenti hanya pada para “pelaksana teknis”, maka penegakan hukum di Sultra hanya akan jadi panggung sandiwara. Negara dirampok, lingkungan dihancurkan, dan publik dikhianati.

“Sudah saatnya hukum tajam ke atas. Bukan hanya menangkap yang terlihat, tapi menyeret semua yang terlibat, termasuk pemilik modal dan pelindungnya,” pungkasnya.

Laporan Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *