Polda Sultra Takut? Penetapan Tersangka KDRT M Fajar Mandek, Ada Intervensi Mabes & DPR?

KENDARI, rubriksatu.com – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menjerat bos tambang ilegal Mandiodo, M Fajar, kembali menjadi bukti bahwa hukum di Sulawesi Tenggara bisa tumpul jika menyentuh “orang besar”.

Direktur PT Altan Bumi Barokah (AMBO) ini sudah resmi tercatat sebagai tersangka di Sistem Informasi Penanganan Perkara (CMS) Kejaksaan, namun penetapan resminya oleh penyidik Polda Sultra mandek tanpa alasan jelas.

Proses hukum seharusnya sudah melangkah tegas sejak 17 Juli 2025, sesuai SPDP Nomor: SPDP/98/VII/RES.1.24/Ditreskrimum yang sudah diterima Kejati Sultra. Di CMS Kejaksaan, status M Fajar sudah terang benderang: “Tersangka/terdakwa: M Fajar. Pasal yang disangkakan: Pasal 44 ayat (1) UU 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.”

Namun, dua pekan berlalu, penyidik Polda Sultra belum juga mengumumkan penetapan tersangka secara resmi.
Sumber internal penegak hukum menyebut, proses ini tersendat akibat intervensi kuat dari oknum “orang besar” di Mabes Polri dan Komisi III DPR RI yang diduga memiliki jejaring erat dengan bisnis tambang ilegal di Mandiodo.

Kuasa hukum korban, Andri Darmawan, menilai sikap penyidik mencerminkan keberanian hukum yang melempem.
“Harusnya M Fajar sudah tersangka. Tapi mereka bilang, ada intervensi dari atasan. Bahkan, dia sampai mencari dukungan ke Komisi III DPR RI,” tegas Andri, Selasa (5/8/2025).

Andri bahkan mengultimatum, jika pekan ini status tersangka tidak ditetapkan, penyidik akan dilaporkan ke Propam dan Wassidik Mabes Polri.

Kasus ini dilaporkan istri M Fajar, HJR (28), yang mengaku menjadi korban kekerasan berulang sejak awal pernikahan, bahkan saat tengah hamil. Puncak kekerasan terjadi 2 September 2024, membuat HJR dirawat di rumah sakit dan mengalami trauma mendalam, termasuk ancaman pembunuhan dengan airsoft gun.

Selain itu, ada dugaan perselingkuhan yang memicu kekerasan. “Saya tanya soal perempuan yang minta uang di WhatsApp, dia malah arogan, memaki, lalu memukul saya berkali-kali,” tutur HJR.

Meski Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Pol Iis Kristian, membantah ada intervensi dan berdalih “masih menunggu pemeriksaan saksi tambahan”, publik mulai bertanya: Apakah hukum hanya berani kepada rakyat kecil, tapi tunduk kepada cukong tambang dan orang besar?

Kasus ini menjadi ujian besar bagi integritas Polda Sultra dan penegakan hukum di Indonesia. Jika M Fajar yang sudah jelas-jelas tersangka di CMS Kejaksaan masih dilindungi dari proses hukum, maka pesan yang sampai ke publik jelas: di negeri ini, hukum bisa dibeli, terutama oleh bos tambang ilegal yang punya koneksi ke pusat kekuasaan.

Laporan Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *