ESDM Bekukan 25 Tambang Nikel di Sultra, Puluhan Perusahaan Langgar Hukum, Alam Jadi Korban Rakusnya Industri Tambang

KENDARI, rubriksatu.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia akhirnya menjatuhkan palu sanksi keras terhadap 25 perusahaan tambang nikel di Sulawesi Tenggara (Sultra).

Puluhan perusahaan itu dibekukan aktivitasnya karena membandel dan mengabaikan kewajiban hukum, yakni tidak menempatkan Jaminan Reklamasi (Jamrek) dan Jaminan Pascatambang, yang menjadi syarat mutlak setiap pemegang izin tambang.

Sanksi tersebut tertuang dalam Surat ESDM RI Direktorat Jenderal Minerba Nomor T-1533/MB.07/DJB.T/2025 tanggal 18 September 2025, yang ditandatangani Dirjen Minerba Tri Wanarno atas nama Menteri ESDM RI.

Langkah tegas ini diambil setelah tiga kali surat peringatan resmi diabaikan, sejak Desember 2024 hingga Agustus 2025.

“Ini bukti kerakusan dan arogansi industri tambang di Sultra. Mereka menambang tanpa tanggung jawab, meninggalkan kerusakan tanpa mau memulihkan lingkungan,” ujar Direktur Sultra Mining Watch (SMW), Ikzan, saat dikonfirmasi, Jumat (17/10/2025).

Tambang Kaya, Alam Miskin: 25 Perusahaan Langgar Aturan, Pemerintah Daerah Dinilai Lalai

Dalam laporan resmi ESDM, sejumlah perusahaan besar termasuk di dalam daftar hitam. Di antaranya PT Pandu Urane Perkasa, PT Multi Bumi Sejahtera, PT Dharma Bumi Kendari, dan PT Hikari Jeindo, yang selama ini dikenal sebagai pemain besar di sektor nikel Sultra.

Namun ironisnya, kata Ikzan, pelanggaran mereka sudah berlangsung lama tanpa ada tindakan nyata dari pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten.

“Jangan pura-pura baru tahu. Pemerintah daerah mestinya tahu perusahaan mana yang tidak setor Jamrek dan pascatambang. Tapi mereka diam, mungkin karena sudah ‘kenyang’ dengan setoran non-formal,” sindirnya tajam.

Menurut Ikzan, kewajiban Jamrek dan Pascatambang bukan sekadar formalitas, tapi jaminan untuk mengembalikan fungsi ekologis setelah eksploitasi tambang selesai.

“Kalau Jamrek tidak disetor, artinya mereka merampok habis-habisan dan meninggalkan tanah rusak. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif — ini kejahatan lingkungan,” tegasnya.

Sanksi ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 dan Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2018, yang menegaskan setiap pemegang IUP wajib menempatkan dana reklamasi dan pascatambang sebelum menambang.

Namun baru kali ini, setelah bertahun-tahun dibiarkan, ESDM benar-benar menegakkan aturan.

“Langkah ESDM patut diapresiasi, tapi jangan berhenti di atas kertas. Cabut izin permanen kalau mereka tetap bandel. Jangan ada kompromi dengan perusak lingkungan,” kata Ikzan.

Ia menilai, pembiaran selama ini disebabkan karena sebagian perusahaan diduga memiliki “beking” pejabat dan aparat, sehingga berani mengabaikan kewajiban hukum tanpa takut sanksi.

“Kalau rakyat kecil nambang batu, langsung ditangkap. Tapi kalau korporasi besar yang merusak hutan ribuan hektar, malah dilindungi. Ini wajah asli ketidakadilan hukum di negeri tambang ini,” ujarnya geram.

25 Tambang Dibekukan: Dari PT PUP hingga CV Indah Sari. Berikut daftar 25 perusahaan tambang yang terkena sanksi penghentian sementara aktivitas pertambangan di Sulawesi Tenggara:

PT Bumi Raya Makmur Mandiri
PT Cipta Djaya Selaras Mining
PT Dharma Bumi Kendari
PT Duta Tambang Gunung Perkasa
PT Era Utama Perkasa
PT Geomineral Inti Perkasa
PT Hikari Jeindo
PT Indra Bumi Mulia
PT Karunia Sejahtera Mandiri
PT Maesa Optimalah Mineral
PT Meta Mineral Pradana
PT Multi Bumi Sejahtera
PT Pandu Urane Perkasa
PT Panji Nugraha Sakti
PT Putra Kendari Sejahtera
PT Rizqi Biokas Pratama
PT Suria Lintas Gemilang
PT Trised Mega Cemerlang
PT Wijaya Nikel Nusantara
CV Indah Sari
PT Ratok Mining
PT Bumi Indonesia Bersinar
PT Karya Usaha Aneka Tambang Solok Selatan Indonesia
PT Mineral Sukses Makmur
PT Tambang Sungai Suir

ESDM menegaskan, meski aktivitas tambang dihentikan, perusahaan tetap wajib memelihara dan mengawasi wilayah tambangnya, serta segera mengajukan dokumen rencana reklamasi dan menempatkan jaminan sesuai aturan.

Sultra Mining Watch mendesak agar ESDM tidak berhenti di tahap penghentian sementara.

“Kalau mau tegas, cabut izin mereka dan bawa ke ranah hukum. Karena ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga perampasan hak generasi mendatang atas lingkungan yang sehat,” tegas Ikzan.

Ia juga meminta Kejaksaan Agung dan KPK turun tangan menyelidiki dugaan kongkalikong antara pengusaha tambang dan oknum pejabat daerah dalam pembiaran pelanggaran ini.

“Kita tidak butuh tambang yang hanya meninggalkan lubang. Kita butuh keadilan lingkungan. Kalau pemerintah tidak berani menindak, berarti mereka ikut menikmati hasil kejahatan lingkungan itu,” pungkasnya.

Editor Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *