KONUT, rubriksatu.com – Dunia pertambangan di Sulawesi Tenggara kembali diwarnai skandal. Kali ini, nama PT Daka Group mencuat karena diduga beraktivitas tanpa persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), sebuah syarat mutlak yang diatur dalam regulasi pertambangan nasional.
Perusahaan yang dikomandoi oleh Isra (Komisaris) dan Sahrin, adik mantan Gubernur Sultra Ali Mazi (Direktur), diketahui tetap beroperasi di Desa Boedingi, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara. Padahal, nama PT Daka Group tidak tercatat dalam data base perusahaan yang mengantongi RKAB resmi dari Kementerian ESDM RI.
Kepala Bidang Minerba Dinas ESDM Sultra, Hasbullah, menegaskan bahwa hingga Agustus 2025, sebanyak 74 perusahaan tambang nikel di Sultra telah mendapatkan persetujuan RKAB, termasuk 36 perusahaan di Konawe Utara. Namun, PT Daka Group sama sekali tak masuk dalam daftar tersebut.
“Kalau tidak ada dalam data base RKAB, berarti memang tidak mendapatkan persetujuan resmi dari pemerintah pusat. Tidak ditembuskan,” tegas Hasbullah, Jumat (15/8/2025).
Lebih parah lagi, menurut sumber internal yang enggan disebutkan namanya, PT Daka Group justru sedang bersiap melakukan pengapalan ore nikel.
“Kabarnya mereka lagi beraktivitas, bahkan sudah bersiap-siap untuk mengirim ore,” ungkap sumber itu.
Padahal, aturan sudah sangat jelas. Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2023 Pasal 27 menyebutkan, perusahaan tambang yang beroperasi tanpa RKAB bisa langsung dijatuhi sanksi pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tanpa melalui tahapan peringatan tertulis.
Dengan kata lain, jika dugaan ini benar, PT Daka Group sudah berada di ambang ancaman pencabutan IUP. Namun, ironisnya, sampai kini aktivitas mereka di lapangan masih berjalan tanpa hambatan.
Kasus PT Daka Group menambah daftar panjang masalah pertambangan di Sultra. Publik kini bertanya-tanya: mengapa perusahaan yang jelas-jelas tidak memiliki RKAB masih bisa bebas beroperasi?
Apakah ada pembiaran dari aparat pengawas, atau justru ada “tangan-tangan tak terlihat” yang melindungi perusahaan ini.
Jika pemerintah daerah dan aparat penegak hukum tidak segera turun tangan, bukan hanya regulasi yang dilecehkan, tetapi juga martabat hukum di negeri ini.
Laporan Redaksi