Akal Bulus di Perumda AUK: BPK Temukan Dana Rakyat Mengalir ke Mertua, Sopir dan Keponakan Bos

KOLAKA, rubriksatu.com – Aroma busuk korupsi semakin menyengat dari tubuh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Aneka Usaha Kolaka (AUK).

Direktur utama berinisial A kini berada di ujung tanduk, setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Sulawesi Tenggara sama-sama membongkar praktik pengelolaan keuangan yang diduga sarat manipulasi, nepotisme, dan korupsi berjamaah.

Temuan mencengangkan datang dari BPK RI Perwakilan Sultra. Dalam auditnya atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2024, terungkap bahwa dana sebesar Rp11,9 miliar dari mitra tambang justru ditransfer ke rekening pribadi dan dibayarkan secara tunai praktik ilegal yang diduga dilakukan untuk menghindari kewajiban perpajakan dan pengawasan publik.

Lebih menjijikkan, dana tersebut masuk ke rekening orang-orang terdekat sang direktur, sopir pribadinya Haedir Yahya, mertua bernama Hatta, dan keponakan Reza Hasrul Hardian. Mereka bukan pengurus resmi perusahaan, namun ikut menikmati uang rakyat yang semestinya dikelola secara profesional dan transparan.

“Ini bukan cuma pelanggaran administrasi, ini kejahatan terstruktur! Perumda AUK diperlakukan seperti milik pribadi,” tegas Ashabul Akram, Koordinator Pusat BEM Se-Sultra, baru-baru ini.

Ashabul yang memimpin pelaporan resmi ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra menyebut ini sebagai korupsi sistemik yang tak bisa dibiarkan. BEM Se-Sultra mendesak agar Kejati segera menetapkan Direktur AUK sebagai tersangka atas dugaan penggelapan dana publik.

Pihak Kejati pun telah mengkonfirmasi penerimaan laporan. Kasi Penkum Kejati Sultra, Abdul Rahman Morra, menyatakan bahwa indikasi penyimpangan yang ditemukan sangat kuat dan akan segera ditindaklanjuti berdasarkan prosedur hukum yang berlaku.

Tak hanya praktik transfer liar, BPK juga mengungkap carut-marut tata kelola AUK, Pengangkatan Dewan Pengawas tanpa prosedur sah. Tidak adanya Standar Operasional Prosedur (SOP). Kemudian lemahnya fungsi pengawasan internal (SPI), praktik pungutan tambahan di luar kontrak terhadap mitra tambang.

Lebih jauh, BPK memberi waktu 60 hari kepada Direktur AUK untuk menindaklanjuti seluruh rekomendasi. Namun publik mendesak agar sanksi tegas dijatuhkan sekarang, bukan nanti, mengingat besarnya kerugian moral dan material bagi daerah.

“Kalau ini dibiarkan, maka BUMD hanya akan menjadi ATM pribadi bagi para pejabatnya. Bupati Kolaka sebagai Kuasa Pemilik Modal wajib turun tangan menyelamatkan perusahaan dari pembusukan total,” kecam Risal, aktivis antikorupsi Sultra.

Puluhan mata publik kini tertuju ke Kolaka. Kasus ini menjadi alarm keras bagi seluruh kepala daerah agar mengevaluasi pengelolaan BUMD yang selama ini tertutup dan rawan disalahgunakan.

Editor Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BERITA TERKINI