KONAWE, rubriksatu.com – Penanganan kasus dugaan korupsi proyek revitalisasi lanjutan tahap III dan pembangunan kawasan Food Court (Taman Wisata Kuliner) Kabupaten Konawe senilai Rp4,99 miliar terancam jalan di tempat.
Hal ini disebabkan mandeknya hasil audit investigatif yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe ke Inspektorat Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) sejak awal April 2025.
Meski Kejari telah melakukan penyelidikan mendalam dan memeriksa sejumlah saksi, tumpuan utama untuk menetapkan besaran kerugian negara justru macet di meja Inspektorat Provinsi.
“Kami sudah ajukan permintaan audit resmi sejak April. Sampai sekarang belum ada hasil sama sekali. Kami masih menunggu,” ujar Kepala Kejari Konawe, Dr. Musafir Menca, Jumat (23/5), dengan nada kecewa.
Fakta bahwa permintaan audit tidak kunjung dijawab memunculkan kecurigaan publik: apakah Inspektorat Provinsi tidak serius dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi?
Audit investigatif bukan sekadar formalitas, melainkan tulang punggung dalam menentukan kerugian negara, yang menjadi dasar hukum dalam menetapkan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Lambannya respons ini mencoreng wajah birokrasi dan menodai semangat transparansi yang selama ini digaungkan dalam reformasi birokrasi.
SAKSI SUDAH DIPERIKSA, DOKUMEN SUDAH DIKANTONGI TAPI AUDIT TAK KUNJUNG DATANG
Dalam penyelidikan aktifnya, Kejari Konawe telah memeriksa pejabat dan staf dari Dinas PUPR Konawe, Inspektorat Konawe, hingga pihak kontraktor CV. Alfazza Dwi Konstruksi. Dokumen penting dan bukti awal juga telah dikumpulkan.
Namun, seluruh upaya tersebut berpotensi sia-sia jika Inspektorat Provinsi tetap bungkam dan tidak segera menuntaskan audit yang diminta.
“Kami tegaskan, pendampingan hukum oleh Jaksa Pengacara Negara tidak akan menghalangi proses penyidikan. Kalau ada indikasi kuat korupsi, kami sikat,” tegas Musafir.
Food Court yang semestinya menjadi pusat aktivitas ekonomi dan kuliner, kini berubah menjadi simbol proyek gagal kelola dan rawan korupsi. Proyek yang awalnya dibungkus dengan jargon “revitalisasi fasilitas publik” itu kini menghadapi sorotan tajam akibat dugaan penyelewengan anggaran hampir Rp5 miliar.
Kepercayaan publik kembali diuji. Kejari Konawe sudah menyatakan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya. Tapi tanpa dukungan nyata dari lembaga lain, khususnya Inspektorat, upaya tersebut bisa terhenti di tengah jalan.
Kasus ini bukan hanya soal angka dan proyek, tapi menyangkut martabat penegakan hukum dan kredibilitas institusi negara. Kejaksaan sudah bergerak. Kini giliran Inspektorat Provinsi Sultra untuk membuktikan bahwa mereka bukan bagian dari persoalan.
Waktunya berhenti berlindung di balik meja kerja. Waktunya mendukung pemberantasan korupsi, bukan menghambatnya.
Laporan Redaksi