Jakarta, rubriksatu.com – Liga Korupsi Indonesia kembali memanas dengan kejutan terbaru. PT Pertamina Patra Niaga berhasil mencatatkan diri sebagai runner-up baru dengan skor fantastis Rp193 triliun! Angka ini membuat mereka sukses menyalip kasus BLBI dan menggeser Bank Century dari sepuluh besar klasemen.
Pertamina Patra Niaga: Runner-up Baru dengan Skor Menakjubkan
Seperti tim underdog yang tiba-tiba melesat ke papan atas, Pertamina Patra Niaga muncul dengan skandal korupsi yang menggemparkan. Mereka diduga melakukan manipulasi dalam penjualan bahan bakar minyak (BBM), di mana Pertalite dibeli dan dijual kembali sebagai Pertamax.
Para pengamat menyebut tindakan ini sebagai “pelanggaran kasar” terhadap konsumen dan layak mendapatkan “kartu merah”. Namun, dengan skor Rp193 triliun, Pertamina Patra Niaga berhasil naik ke posisi kedua, hanya di bawah PT Timah yang masih kokoh di puncak klasemen dengan skor Rp300 triliun.
BLBI: Turun Peringkat, Tetap Legenda
Kasus BLBI, yang sebelumnya menduduki posisi kedua dengan skor Rp138 triliun, harus rela turun ke peringkat ketiga. Meski begitu, BLBI tetap dianggap sebagai legenda dalam sejarah korupsi Indonesia.
“BLBI adalah tim veteran yang selalu mencetak gol. Namun, popularitas mereka mulai memudar karena munculnya skandal-skandal baru yang lebih segar,” kata seorang pengamat.
Bank Century: Tersingkir dari Sepuluh Besar
Nasib kurang beruntung dialami oleh Bank Century. Setelah bertahun-tahun bertahan di sepuluh besar, kasus ini akhirnya tersingkir dengan skor Rp7 triliun. Dibandingkan dengan pemain-pemain baru di Liga Korupsi, angka ini terlihat kecil.
“Apakah ini akhir dari era Bank Century atau hanya jeda sementara sebelum mereka kembali? Kita tunggu saja,” ujar seorang analis.

PT Timah: Raja Tak Terkalahkan
Di puncak klasemen, PT Timah masih mendominasi dengan skor Rp300 triliun. Hingga saat ini, belum ada yang mampu menandingi rekor ini. Pertanyaannya, apakah mereka akan mendapatkan “trofi” di akhir musim atau justru sorotan negatif dan hujatan dari masyarakat?
“Trofi” dalam Liga Korupsi ini tentu bukan sesuatu yang dibanggakan, melainkan bentuk nyata dari kerugian yang harus ditanggung rakyat Indonesia.
Drama di Papan Tengah
Tidak hanya di papan atas, drama juga terjadi di papan tengah klasemen. PT TPPI mencatatkan skor Rp37,8 triliun, disusul oleh PT Asabri dengan Rp22,7 triliun, dan PT Jiwasraya dengan Rp16,8 triliun.
Mereka adalah tim-tim papan tengah yang konsisten mencetak “gol”, meski belum cukup besar untuk menantang puncak klasemen.
Liga yang Tidak Diinginkan
Liga Korupsi Indonesia adalah sebuah analogi yang menyedihkan. Angka-angka fantastis ini bukan sekadar statistik, melainkan bukti nyata dari hak rakyat yang dirampas.
“Setiap tahun, kita melihat pola yang sama: skandal besar, penyelidikan, dan kemudian… sunyi. Tapi ketika kita pikir semuanya sudah reda, tiba-tiba muncul kasus baru yang lebih besar,” ujar seorang pengamat.
Rakyat Selalu Jadi yang Kalah
Siapapun yang menang dalam Liga Korupsi ini, satu hal yang pasti: rakyat Indonesia selalu menjadi pihak yang kalah. Dengan angka-angka korupsi yang terus membengkak, kita hanya bisa menyaksikan dari pinggir lapangan tanpa bisa berbuat banyak.
Jadi, siap-siap saja menyambut klasemen tahun depan. Karena kompetisi ini sepertinya masih akan terus bergulir, dan sayangnya, kita semua adalah penonton yang tidak pernah diundang.
(red)