Kecelakaan Kerja di Tambang PT KDI Konut : Nyawa Supir Dump Truk Melayang, Protokol K3 Dipertanyakan

Advertisements

KONUT, rubriksatu.com – Kecelakaan kerja kembali terjadi di sektor pertambangan Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara. Seorang pria yang diduga merupakan karyawan PT Kelompok Delapan Indonesia (KDI) tewas dalam insiden maut di Kecamatan Langgikima pada Minggu (9/2/2025).

Dari informasi yang dihimpun, korban yang mengemudikan dump truck PT KDI mengalami kecelakaan saat sedang mengangkut ore nikel menuju Jetty milik PT Adi Kartiko Pratama (AKP) untuk dikapalkan. Dokumentasi foto di lokasi kejadian menunjukkan kondisi korban yang berlumuran darah, sementara bagian depan kendaraan yang dikemudikannya tampak penyok parah. Hingga kini, penyebab pasti kecelakaan masih dalam penyelidikan.

Tragedi ini menyoroti kelalaian dalam penerapan protokol Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan tambang. Dalam foto yang beredar, korban tidak terlihat mengenakan Alat Pelindung Diri (APD), yang seharusnya menjadi standar utama bagi setiap pekerja di industri pertambangan.

PT AKP selaku pemilik jetty yang digunakan PT KDI seharusnya melakukan koordinasi terkait prosedur keselamatan bagi para pekerja. Namun, tampaknya aspek tersebut diabaikan.

“Di setiap perusahaan tambang, penggunaan APD bukan hanya sekadar aturan, tapi bentuk perlindungan nyawa pekerja. Ini jelas kelalaian yang harus diselidiki,” ujar seorang pengamat keselamatan kerja yang enggan disebutkan namanya.

Pasca kejadian, upaya konfirmasi telah dilakukan ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulawesi Tenggara untuk meminta tanggapan terkait insiden ini. Namun, hingga berita ini ditulis, pesan yang dikirimkan belum mendapat jawaban.

Padahal, kecelakaan kerja di sektor tambang bukanlah hal baru. Dalam beberapa tahun terakhir, kasus serupa sering terjadi di wilayah Konawe Utara. Sayangnya, penegakan aturan keselamatan masih sering longgar, dan evaluasi terhadap kepatuhan perusahaan terhadap regulasi K3 terkesan hanya formalitas.

Kematian seorang pekerja tambang seharusnya menjadi alarm bagi seluruh pemangku kepentingan. Perusahaan, pengawas industri, hingga pemerintah daerah perlu memastikan bahwa standar keselamatan kerja benar-benar diterapkan di lapangan, bukan sekadar aturan di atas kertas.

Jika kasus ini berlalu tanpa evaluasi dan sanksi yang tegas, bukan tidak mungkin insiden serupa akan terus terjadi—dan nyawa pekerja tambang lainnya kembali menjadi korban kelalaian sistem.

Laporan Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *