Sudah Kena Sanksi, PT SBP Masih Dapat Kuota Tambang

KONAWE, rubriksatu.com – Skandal tambang ilegal kembali mencoreng wajah pengelolaan sumber daya alam di Sulawesi Tenggara. PT Sumber Bumi Putera (SBP), perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Konawe Utara, tercatat sebagai pelanggar berat karena menambang di kawasan hutan tanpa izin sah.

Nama PT SBP terpampang jelas dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kepmen LHK) Nomor SK.1217/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2021, sebagai salah satu dari 140 perusahaan yang melanggar aturan kehutanan.

Perusahaan ini terbukti melanggar Pasal 110B Undang-Undang Cipta Kerja, yang secara tegas melarang setiap pihak melakukan kegiatan di kawasan hutan tanpa perizinan berusaha sebelum 2 November 2020.

Akibat pelanggaran itu, PT SBP dijatuhi sanksi administratif yang mencakup, penghentian sementara kegiatan usaha, pembayaran denda administratif (PNBP) dalam jumlah besar, dan paksaan pemerintah untuk menghentikan aktivitas ilegal.

Pemerintah pusat tak tinggal diam. Presiden telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 untuk membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).

Satgas ini dipimpin langsung Menteri Pertahanan dengan jajaran elite penegak hukum seperti Wakil Jaksa Agung, Wakil Panglima TNI, Wakil Kapolri, dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sebagai pelaksana harian.

Langkah ini menjadi sinyal bahwa pemerintah serius menindak para pemain tambang nakal yang selama ini berlindung di balik celah hukum.

Ironisnya, jejak digital mengungkap bahwa PT SBP pernah kehilangan status Izin Usaha Pertambangan (IUP) akibat pelanggaran serupa. Namun, data Dinas ESDM Sultra tahun 2025 mencatat PT SBP masih aktif dan bahkan mengantongi kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sebesar 800.000 metrik ton.

Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa perusahaan yang jelas-jelas melanggar aturan kehutanan masih mendapat ruang beroperasi dan kuota produksi besar.

Kasus PT SBP menjadi bukti bahwa penegakan hukum di sektor pertambangan dan kehutanan masih lemah. Meski sanksi administratif dijatuhkan, tanpa eksekusi tegas di lapangan, potensi kerusakan hutan dan kerugian negara akan terus berlanjut.

Editor Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *