KONUT, rubriksatu.com – Dugaan kejahatan di sektor pertambangan kembali mencuat di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara.
Kali ini, mengarah ke CV Unaaha Bakti Persada (UBP) setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI bersama Satuan Tugas Pengawasan Kawasan Hutan (Satgas PKH) mengungkap indikasi pelanggaran berat yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga sekitar Rp700 miliar.
Temuan tersebut membuka tabir buruknya tata kelola pertambangan yang selama ini terkesan dibiarkan, bahkan diduga berlangsung secara sistematis.
Satgas PKH menemukan adanya bukaan kawasan hutan seluas 52,86 hektare di dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) CV UBP. Aktivitas ini diduga kuat dilakukan tanpa izin penggunaan kawasan hutan yang sah, sehingga berpotensi menimbulkan kerugian ekologis sekaligus kerugian negara dalam skala besar.
Atas pelanggaran tersebut, Satgas PKH menjatuhkan sanksi administratif berupa denda fantastis sebesar Rp514.915.180.774,22 kepada CV UBP. Namun, sanksi ini dinilai belum menyentuh akar persoalan dugaan pidana yang menyertainya.
Masalah CV UBP tidak berhenti di situ. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Nomor 8/LHP/XVII/05/2023 tentang Pengelolaan Mineral dan Batu Bara Tahun 2020 hingga Triwulan III 2022, BPK mengungkap fakta mencengangkan: ribuan perusahaan tambang menunggak Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tanpa dikenai sanksi penghentian kegiatan.
CV UBP tercatat sebagai salah satu perusahaan yang tetap leluasa beroperasi meski menunggak kewajiban negara. Berdasarkan data aplikasi e-PNBP Minerba per 25–26 April 2021, perusahaan ini masih melakukan penjualan ore nikel walaupun memiliki tunggakan royalti sebesar Rp4,69 miliar.
Padahal, Keputusan Menteri ESDM Nomor 1823K/30/MEM/2018 secara tegas mengatur bahwa IUP wajib dicabut jika PNBP tidak dilunasi dalam waktu 60 hari setelah Surat Tagihan Ketiga (ST-3). Fakta ini memunculkan pertanyaan besar soal ketegasan pengawasan dan potensi pembiaran oleh otoritas terkait.
Dalam audit lanjutan melalui LHP BPK Nomor 23.b/LHP/XVII/05/2024, BPK kembali menemukan kejanggalan serius. Sepanjang tahun 2022, CV UBP tercatat melakukan 40 kali pengapalan ore nikel dengan total tonase 369.216,38 ton, sementara kuota RKAB mencapai 800.000 ton.
Artinya, terdapat selisih mencolok sebesar 430.783,62 ton yang tidak tercatat secara resmi dalam sistem. Lebih parah lagi, BPK menemukan adanya perubahan nilai royalti dan harga jual hingga 30–62 kali submit pada transaksi yang sama, mengindikasikan dugaan kuat rekayasa data.
Dengan harga jual rata-rata Rp471.665,97 per ton, selisih tonase tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara sekitar Rp202,9 miliar. Jika digabung dengan temuan lainnya, total potensi kerugian negara diperkirakan mendekati Rp700 miliar.
Menanggapi rangkaian temuan serius tersebut, Persatuan Pemuda Pemerhati Daerah (P3D) Konut mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah pusat untuk melakukan audit total dan menyeluruh terhadap produksi serta penjualan ore nikel CV UBP.
P3D juga menyoroti aktivitas pengapalan melalui terminal khusus (Tersus) yang dinilai semakin masif, meski wilayah IUP diduga sudah tidak memiliki cadangan memadai. Kondisi ini memicu dugaan bahwa ore nikel yang dijual tidak sepenuhnya berasal dari dalam IUP, melainkan diduga dari luar wilayah izin, bahkan dari kawasan hutan tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
Ketua P3D Konut, Jefri, menegaskan bahwa persoalan ini tidak bisa lagi dianggap sebagai kesalahan administratif semata.
“Kami mendesak APH, baik kepolisian, kejaksaan, bahkan KPK jika diperlukan, bersama Kementerian ESDM, untuk turun langsung melakukan audit total. Ini penting untuk memastikan apakah produksi dan penjualan yang dilaporkan benar-benar sesuai dengan kondisi di lapangan,” tegas Jefri, baru-baru ini.
Menurutnya, audit harus menelusuri secara detail asal-usul ore nikel yang diperdagangkan CV UBP.
“Jika terbukti ada permainan data dan penambangan ilegal, penindakan harus tegas dan tanpa kompromi. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi berpotensi menjadi tindak pidana serius,” ujarnya.
Dalam waktu dekat, P3D Konut berencana melaporkan kasus ini secara resmi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung, serta mendesak Bareskrim Tipidter Mabes Polri mengusut dugaan aktivitas pertambangan di lahan celah antara IUP CV UBP, PT Antam Tbk, dan PT MDS.
“Saya menduga ada pemanfaatan SPK CV UBP untuk melakukan penambangan di lahan celah tersebut. Ini harus dibongkar sampai tuntas,” pungkas Jefri.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak manajemen CV UBP belum memberikan klarifikasi, meski upaya konfirmasi terus dilakukan oleh tim redaksi.
Editor Redaksi







