KONAWE, rubriksatu.com – Minimnya transparansi dan dugaan belum terpenuhinya izin lingkungan memicu penolakan keras dari warga Kecamatan Uepai terhadap rencana pembangunan gudang sarana dan prasarana penggilingan padi milik CV Konawe Tani Sejahtera (KTS).
Puluhan warga menghentikan rencana peresmian proyek tersebut dengan melakukan aksi blokade di Jalan Poros Kendari–Kolaka Kilometer 73, Senin (11/12).
Penolakan memuncak saat perusahaan bersiap melakukan peletakan batu pertama pembangunan fasilitas itu. Warga menilai seluruh proses berlangsung tertutup, tanpa sosialisasi, dan mengabaikan prosedur perizinan.
Hajar, salah satu warga, mengaku terkejut setelah menerima undangan untuk menghadiri seremoni peletakan batu pertama.
“Tiba-tiba kami dapat undangan, sementara sosialisasi tidak ada. Kami khawatir pendirian bangunan dan aktivitasnya tidak melalui prosedur perundang-undangan,” ujarnya.
Selain persoalan izin, warga menilai keberadaan pabrik besar tersebut berpotensi mematikan usaha penggilingan padi lokal yang selama ini menjadi sandaran ekonomi masyarakat Uepai. Mereka juga mencurigai perusahaan tidak pernah melakukan koordinasi resmi dengan pemerintah daerah.
Informasi dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Konawe kepada warga menguatkan dugaan itu. BLH menyebut perusahaan hanya mengantongi sebagian dokumen izin dan lokasi bangunan diduga tidak sesuai dengan ketentuan tata ruang.
Warga juga menyebut Dinas Penanaman Modal dan PTSP Konawe memastikan tidak ada permohonan izin masuk atas nama perusahaan tersebut. Ketidaksesuaian ditemukan pula pada data yang diunggah perusahaan di OSS.
“Dalam OSS, perusahaan mengisi data bahwa kegiatan usaha tidak membutuhkan bangunan. Itu yang membuat kami semakin curiga,” kata Hajar.
Warga juga menyinggung aturan teknis mengenai jarak aman penggilingan padi. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 859 Tahun 1998, jarak ideal rumah penggilingan berada 300–500 meter dari pemukiman untuk menghindari potensi konflik dan gangguan lingkungan. Lokasi yang dipilih CV KTS disebut sangat dekat dengan penggilingan padi milik warga.
Menurut warga, perusahaan tersebut merupakan usaha besar dari Sidrap, Sulawesi Selatan. Jika tetap beroperasi di Konawe, mereka khawatir pengusaha lokal akan tersingkir.
“Kalau dia masuk, hampir dipastikan pengusaha lokal mati suri,” tegas Hajar.
Sebagai bentuk penolakan, warga langsung menghadang rombongan pemerintah daerah agar tidak menghadiri peletakan batu pertama.
“Hari ini kami mencegat pemerintah daerah. Alasannya jelas: kalau pemerintah datang berarti pemerintah ikut melegalkan sesuatu yang keliru. Kami tidak menolak investasi, silakan masuk, tapi ikuti aturan perundang-undangan,” tegasnya.
Editor Redaksi







