KONAWE, rubriksatu.com – Dunia pendidikan di Kabupaten Konawe kembali tercoreng. Dugaan pelanggaran disiplin dan penyalahgunaan status kembali menyeret nama Hania, S.Pd., M.Pd., Gr., guru bersertifikasi di SMP Negeri 1 Lambuya, yang juga merupakan istri Bupati Konawe, Yusran Akbar.
Hania disebut tidak pernah menjalankan tugas mengajar sebagaimana kewajibannya sebagai guru Bahasa Indonesia kelas IX.
Ironisnya, dugaan bolos mengajar ini tidak dilakukan sendiri. Adik kandungnya, Dwi Agus, S.Pd., yang juga mengajar di sekolah yang sama, disebut mengikuti jejak serupa tidak aktif mengajar dengan alasan membantu sang kakak yang kini menjabat sebagai Ketua TP-PKK dan Ketua Dekranasda Konawe.
“Selama jadi ibu bupati, jam mengajarnya ditugaskan ke guru honor,” ungkap Puji, S.Pd., guru PPKn di SMPN 1 Lambuya, saat ditemui wartawan, Senin (3/10/2025).
Puji menyebut, dua guru honor, Sulwan dan Ramadan, selama ini menggantikan jam mengajar Hania dan Dwi Agus.
“Iya, termasuk adiknya juga. Alasannya membantu ibu bupati. Jadi tugas mengajarnya diambil alih dua guru itu,” jelas Puji.
Keterangan serupa datang dari salah satu siswa yang mengaku Hania sudah lama tidak masuk kelas.
“Dulu masih sering mengajar, tapi sekarang tidak lagi. Sejak jadi istri bupati, tidak pernah mi,” ujar siswa itu polos.
Padahal, Hania masih tercatat menerima tunjangan profesi guru (TPG) dan bahkan merangkap jabatan sebagai Kepala Perpustakaan SMPN 1 Lambuya.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar apakah Dinas Pendidikan Konawe menutup mata, atau memang sengaja membiarkan pelanggaran terang-benderang di depan publik.
Sesuai Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018, guru bersertifikasi wajib memenuhi minimal 24 jam tatap muka per minggu.
Selain itu, Permendikbud Nomor 19 Tahun 2019 menegaskan bahwa tunjangan profesi hanya diberikan kepada guru yang aktif mengajar sesuai beban kerjanya.
Jika benar Hania dan adiknya tidak melaksanakan kewajiban mengajar namun masih menerima TPG, maka hal ini berpotensi melanggar ketentuan administratif, kode etik guru, hingga berimplikasi hukum.
“Ini bukan sekadar pelanggaran moral, tapi bentuk nyata penyalahgunaan wewenang dan pembiaran institusional,” ujar seorang pemerhati pendidikan di Konawe yang enggan disebut namanya.
Kasus ini mengungkap rapuhnya sistem pengawasan internal di lingkungan Dinas Pendidikan Konawe.
Dengan sistem absensi dan verifikasi TPG yang seharusnya ketat, tidak mungkin guru mangkir berbulan-bulan tetap menerima tunjangan, kecuali ada pembiaran dari pihak berwenang.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Sekolah SMPN 1 Lambuya Israwaty, T., S.Pd., M.Si., maupun pihak Dinas Pendidikan Konawe, belum memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan pelanggaran tersebut.
Editor Redaksi







