KONAWE, rubriksatu.com – Kebijakan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara yang tetap memberikan perpanjangan waktu kepada kontraktor yang gagal menuntaskan proyek tepat waktu menuai kecaman luas.
Langkah tersebut dinilai sebagai pemberian “karpet merah” terhadap kegagalan, sekaligus memperlihatkan rapuhnya ketegasan pemerintah daerah dalam menjaga disiplin kontrak dan melindungi uang rakyat.
Sejumlah proyek strategis bernilai puluhan miliar rupiah, yang bersumber dari APBD dan APBD Perubahan 2025, terbukti melampaui tenggat waktu kontrak. Namun alih-alih diputus atau dievaluasi secara ketat, proyek-proyek tersebut justru tetap diizinkan berlanjut dengan dalih pembayaran denda keterlambatan.
Berdasarkan data yang dihimpun, setidaknya tiga proyek besar menjadi sorotan publik karena gagal rampung hingga akhir Desember 2025:
REVITALISASI STQ KOTA UNAAHA
Proyek senilai Rp2,82 miliar yang bersumber dari APBD-P 2025 ini hanya memiliki waktu pengerjaan 30 hari kalender, namun gagal diselesaikan hingga batas akhir 24 Desember 2025.
REHABILITASI RUMAH JABATAN BUPATI KONAWE
Dikerjakan CV Kastara Putra Perkasa dengan nilai Rp3,22 miliar, proyek ini telah melewati masa kontrak 120 hari yang berakhir pada 26 Desember 2025. Ironisnya, progres fisik di lapangan dilaporkan baru mencapai sekitar 85 persen, jauh dari batas aman.
REKONSTRUKSI JALAN LAKIDENDE
Proyek raksasa senilai Rp34,72 miliar yang dikerjakan PT Segi Tiga Tambora juga disorot karena tidak mencantumkan durasi waktu pelaksanaan pada papan informasi proyek, sebuah pelanggaran serius terhadap prinsip transparansi publik.
PERINGATAN KERAS KEJARI
Sikap lunak PUPR Konawe ini bahkan berseberangan dengan peringatan tegas Kejaksaan Negeri Konawe. Kepala Kejari Konawe, Fachrizal, SH, menegaskan bahwa perpanjangan kontrak tidak boleh diberikan sembarangan.
“Jika sisa pekerjaan di bawah 10 persen atau progres sudah di atas 90 persen, mungkin masih bisa dipertimbangkan lanjut dengan denda. Tapi kalau progres yang belum diselesaikan masih banyak, ya tidak bisa,” tegas Fachrizal, dikutip dari Perskpknews.com.
Kajari menekankan pentingnya audit lapangan dan penilaian objektif, guna memastikan apakah proyek layak diberi kesempatan tambahan atau justru harus diputus kontraknya demi menghindari potensi kerugian keuangan daerah.
Menanggapi kritik tersebut, Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Konawe, Rusdin Azis, membenarkan bahwa sejumlah proyek telah melewati masa kontrak. Ia mengakui kontraktor tetap diberi kesempatan menyelesaikan pekerjaan dengan konsekuensi denda satu per seribu per hari dari nilai kontrak.
Namun terkait proyek Rujab Bupati Konawe yang progresnya baru 85 persen, Rusdin mengakui keputusan tersebut diambil meski berada di bawah ambang batas 90 persen yang disarankan Kejaksaan.
“Pertimbangan kami, kontraktor masih kooperatif, material sudah ada di lokasi, dan tenaga kerja tersedia. Kami menghindari pemutusan kontrak karena jika diputus, proyek otomatis mangkrak dan terjadi penyusutan nilai pekerjaan yang justru merugikan daerah,” ujar Rusdin, Selasa (30/12/2025).
Pernyataan ini justru memantik kritik lanjutan. Publik menilai ketakutan akan proyek mangkrak tidak boleh dijadikan alasan untuk menormalisasi keterlambatan, apalagi pada proyek bernilai miliaran rupiah yang menyangkut fasilitas publik dan simbol pemerintahan daerah.
Kini, masyarakat menunggu ketegasan Bupati Konawe dan aparat pengawas untuk memastikan bahwa perpanjangan waktu tersebut tidak berubah menjadi karpet merah permanen bagi kontraktor yang gagal bekerja profesional. Jika tidak, proyek-proyek bermasalah ini dikhawatirkan menjadi preseden buruk bagi tata kelola pembangunan di Konawe ke depan.
Editor Redaksi













