PT Tristaco Didenda Rp629 Miliar

KONUT, rubriksatu.com – Praktik perambahan kawasan hutan kembali menjerat perusahaan tambang di Sulawesi Tenggara. PT Tristaco Mineral Makmur (TMM) resmi dikenai sanksi administratif berupa denda fantastis oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan dan Pertambangan (Satgas PKH) setelah terbukti membuka dan menggarap kawasan hutan tanpa dasar hukum yang sah.

Nilai denda yang dibebankan kepada perusahaan tambang tersebut mencapai Rp629.235.189.073,56 atau lebih dari Rp629 miliar. Angka ini mencerminkan skala pelanggaran yang tidak bisa lagi dianggap sebagai kekeliruan administratif semata.

Sanksi tersebut dijatuhkan akibat pembukaan kawasan hutan seluas 64,69 hektare yang dilakukan PT Tristaco Mineral Makmur. Aktivitas tambang itu berlangsung di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sulawesi Tenggara, wilayah yang selama ini dikenal rawan konflik tambang dan kerusakan lingkungan.

Fakta ini kembali mempertegas masifnya praktik eksploitasi kawasan hutan oleh perusahaan tambang, sementara negara kerap baru hadir setelah kerusakan terjadi.

Ironisnya, hingga berita ini diterbitkan, pihak manajemen PT Tristaco Mineral Makmur belum memberikan klarifikasi resmi. Upaya media untuk menghubungi pihak perusahaan masih menemui jalan buntu, memperkuat kesan minimnya transparansi dan tanggung jawab korporasi atas dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Kasus PT Tristaco sejatinya bukan persoalan baru. Sebelumnya, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa Sulawesi Tenggara Jakarta (KMSJ) telah berulang kali menyuarakan dugaan pelanggaran dan kejanggalan aktivitas tambang perusahaan tersebut.

Dalam aksi demonstrasi di Kementerian ESDM dan Kejaksaan Agung RI pada Kamis (16/10/2025), KMSJ menyampaikan dua tuntutan utama. Pertama, menolak Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Tristaco Mineral Makmur yang dinilai tidak layak, baik secara moral maupun hukum.

Kedua, mereka mendesak Kejaksaan Agung RI mengambil alih penanganan dugaan korupsi tambang yang selama ini dinilai mandek di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara.

“Kejati Sultra gagal menunjukkan ketegasan hukum. Kami menduga ada upaya melindungi aktor-aktor besar di balik kasus ini. Karena itu, kami mendesak Jaksa Agung turun tangan untuk membersihkan mafia tambang yang selama ini kebal hukum,” tegas Koordinator KMSJ, Eghy Seftiawan.

Pengenaan denda ratusan miliar rupiah ini kini menjadi ujian nyata bagi negara apakah sanksi tersebut benar-benar akan dieksekusi hingga tuntas, atau kembali berakhir sebagai angka di atas kertas di tengah panjangnya daftar pelanggaran tambang di Sulawesi Tenggara.

Editor Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *