Diduga Kuasai Ruang Laut Tanpa Izin, Galangan Kapal di Sultra Dikecam, KKP–KLH Didesak Bertindak Tegas

JAKARTA, rubriksatu.com – Dugaan pembiaran pelanggaran pemanfaatan ruang laut dan lingkungan hidup di Sulawesi Tenggara kembali disorot tajam. Forum Pemuda dan Masyarakat Sultra–Jakarta menggelar aksi unjuk rasa di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI serta Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) RI, Rabu (17/12/2025), menuntut penegakan hukum tanpa kompromi terhadap sejumlah perusahaan galangan kapal.

Empat perusahaan disorot dalam aksi tersebut, yakni PT Sumber Mandiri Shipyard (SMS), PT Panambea Jaya Shipyard (PJS), PT Expert Engineering (GE), dan PT Galangan Makmur Sejahtera (GMS). Keempatnya diduga memanfaatkan ruang laut tanpa mengantongi Perizinan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) serta melakukan reklamasi terminal khusus yang tidak sesuai perizinan.

Aksi ini bukan sekadar demonstrasi simbolik. Massa menilai lemahnya pengawasan negara telah membuka ruang bagi korporasi untuk menguasai wilayah laut secara ilegal, sementara masyarakat pesisir justru menanggung dampak ekologis dan sosial.

Penanggung jawab aksi, Edrian Saputra, menegaskan bahwa persoalan ini menyentuh inti kedaulatan negara dan wibawa hukum.

“Ini bukan soal administrasi. Ini soal negara yang seolah kalah di hadapan kepentingan korporasi. Ruang laut adalah milik publik dan sumber hidup masyarakat pesisir, bukan lahan bebas yang bisa dikuasai perusahaan tanpa izin,” tegas Edrian dalam orasinya.

Menurut Edrian, KKP RI melalui Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) tidak boleh lagi bersikap pasif. Ia mendesak penghentian sementara seluruh aktivitas galangan kapal yang diduga tidak mengantongi PKKPRL.

“Jika terbukti melanggar, Polsus PWP3K wajib menyegel lokasi. Negara tidak boleh ragu. Jika hukum tumpul ke atas, maka yang rusak bukan hanya laut, tapi kepercayaan publik,” ujarnya.

Tak berhenti di isu ruang laut, Forum Pemuda dan Masyarakat Sultra–Jakarta juga membongkar indikasi pelanggaran serius di sektor lingkungan hidup. Berdasarkan Surat Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 800.1.9.1/DLH/1180/IX/2025 tertanggal 4 September 2025, kegiatan industri galangan kapal milik keempat perusahaan tersebut belum tercatat dalam proses permohonan persetujuan lingkungan.

Fakta ini memperkuat dugaan bahwa aktivitas industri tersebut berjalan tanpa dokumen lingkungan yang sah, termasuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

“Ini bukan asumsi. Ada dokumen resmi pemerintah daerah yang menyebut kegiatan mereka belum terdata dalam persetujuan lingkungan. Jika benar beroperasi tanpa AMDAL, itu pelanggaran berat dan kejahatan terhadap lingkungan,” kata Edrian.

Ia menilai Kementerian Lingkungan Hidup RI tidak boleh lagi bersembunyi di balik prosedur birokrasi. Investigasi menyeluruh dan terbuka harus segera dilakukan, disertai penghentian operasional perusahaan sampai seluruh kewajiban hukum dipenuhi.

“Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dan PP Nomor 22 Tahun 2021 sudah sangat jelas. Penegakan hukum lingkungan tidak boleh tebang pilih dan tidak boleh tunduk pada tekanan modal,” tegasnya.

Edrian menepis anggapan bahwa aksi ini bersifat anti-investasi. Justru sebaliknya, mereka menilai investasi yang mengabaikan hukum hanya akan menimbulkan kerusakan jangka panjang.

“Kami mendukung investasi yang taat hukum dan berkeadilan. Tapi jika investasi hadir dengan merusak laut, merampas ruang hidup nelayan, dan melanggar aturan, maka itu bukan pembangunan—itu kejahatan ekologis,” ujarnya.

Forum Pemuda dan Masyarakat Sultra–Jakarta mengingatkan, dampak pelanggaran ini bukan sekadar catatan administrasi, melainkan ancaman nyata bagi ekosistem pesisir, keberlanjutan sumber daya laut, dan potensi konflik sosial.

“Saat laut tercemar dan ruang tangkap nelayan rusak, yang menderita adalah rakyat kecil. Negara wajib hadir membela mereka, bukan justru membiarkan pelanggaran terus berlangsung,” kata Edrian.

Hingga berita ini diterbitkan, KKP RI dan KLH RI belum memberikan pernyataan resmi terkait tuntutan dan dugaan pelanggaran yang disampaikan massa aksi.

Editor Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *