H. Igo dan Ko Andi Disebut dalam Sidang Tambang Ilegal: Siapa yang Lindungi?

KENDARI, rubriksatu.com – Sidang perkara dugaan korupsi tambang nikel ilegal di wilayah eks IUP PT Pandu Citra Mulia (PCM), Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara, mulai menyeret nama-nama besar yang diduga ikut bermain di balik bisnis kotor tersebut.

Sidang yang digelar Rabu (5/11/2025) di Pengadilan Negeri Kendari itu menghadirkan lima saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sultra. Dua di antaranya merupakan pihak trader (pembeli ore), sedangkan tiga lainnya adalah perwakilan pabrik pengolahan nikel.

Dalam kesaksiannya, saksi dari pihak trader mengungkap fakta mengejutkan: mereka membeli ore dari sejumlah pihak yang beroperasi di kawasan eks IUP PT PCM, wilayah yang jelas-jelas sudah tidak memiliki izin resmi. Dua nama yang disebut paling dominan adalah H. Igo dan Ko Andi, yang disebut-sebut sebagai pemasok utama ore kepada para trader.

Fakta ini membuat Ketua Majelis Hakim geram dan langsung memerintahkan JPU menghadirkan kedua nama tersebut pada sidang lanjutan, Jumat (7/11/2025). Majelis menilai kehadiran mereka krusial untuk mengurai alur distribusi ore ilegal dan memastikan siapa aktor utama di balik operasi tambang haram yang telah merugikan negara miliaran rupiah itu.

Sebelumnya, dalam sidang Senin (3/11/2025), nama-nama tersebut juga sempat mencuat melalui pengakuan terdakwa Dewi, yang kini duduk di kursi pesakitan. Ia tidak mau menanggung semua beban hukum seorang diri.

Dewi dengan tegas menyebut bahwa bukan hanya dirinya yang bermain di wilayah eks IUP PT PCM. Ia menyebut sederet nama lain, di antaranya mantan calon Wakil Bupati Kolut Timber, H. Binu, Ko Andi, H. Igo, Erwin, dan Yomi, nama-nama yang diduga kuat bagian dari jaringan penambangan ilegal yang telah lama beroperasi.

Salah satu saksi, Amiruddin, mengaku sebagai pemilik lahan di Desa Latou, Kecamatan Batu Putih, yang menjadi lokasi penampungan ore dan jetty tempat pengapalan. “Saya hanya pemilik lahan, menerima royalti 1,5 dolar per ton. Yang pakai jetty saya itu Ibu Dewi,” ungkapnya di hadapan majelis hakim.

Namun, pernyataan Amiruddin langsung dibantah terdakwa Dewi, yang menegaskan bahwa aktivitas tambang ilegal di sana bukan hanya dilakukan olehnya, melainkan juga oleh banyak pihak lain yang hingga kini masih bebas berkeliaran tanpa tersentuh hukum.

Majelis hakim pun menekan JPU untuk tidak berhenti di level operator lapangan saja, melainkan menelusuri sampai ke aktor intelektual dan penyandang dana di balik tambang ilegal tersebut.

“Sidang ini tidak boleh berhenti pada terdakwa. Jaksa harus bongkar seluruh rantai distribusi dan siapa di balik praktik tambang ilegal ini,” tegas hakim.

Publik kini menanti keberanian aparat penegak hukum apakah Kejati Sultra dan pengadilan berani membongkar seluruh jaringan mafia tambang nikel di Kolaka Utara, atau lagi-lagi hanya mengorbankan pemain kecil sementara aktor besar tetap aman.

Sidang dijadwalkan akan berlanjut pada Jumat (7/11/2025) dengan menghadirkan saksi tambahan sebagaimana diperintahkan majelis hakim.

Editor Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *