Kejagung Obok-Obok Kantor Dishut Sultra, Dokumen Tambang Ilegal Disapu Bersih

KENDARI, rubriksatu.com – Langkah besar Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) kembali mengguncang Sulawesi Tenggara. Tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung menggeledah Kantor Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Sultra, Kamis (16/10/2025) siang, dalam operasi senyap yang disebut-sebut berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan izin kawasan hutan untuk tambang ilegal.

Penggeledahan dimulai sekitar pukul 13.00 Wita. Tim penyidik tampak menyisir ruang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan (P2H), mengamankan tumpukan dokumen dan berkas izin pemanfaatan kawasan hutan yang diduga menjadi pintu masuk kejahatan korporasi di sektor tambang.

Dari arah pintu belakang kantor, personel TNI bersenjata lengkap berjaga ketat, memastikan proses berlangsung tertutup dan steril dari akses publik. Aroma ketegangan terasa kuat di lingkungan kantor yang selama ini menjadi gerbang administrasi pemanfaatan kawasan hutan di Bumi Anoa.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Kejagung RI belum mengeluarkan pernyataan resmi. Namun, sumber internal di lingkup pemerintah provinsi Sultra membocorkan bahwa penggeledahan ini berkaitan erat dengan dugaan kongkalikong izin hutan yang disulap jadi lahan tambang.

“Langkah Kejagung ini diduga untuk menelusuri praktik penyalahgunaan izin pemanfaatan kawasan hutan oleh perusahaan tambang. Banyak korporasi besar bermain di wilayah ini dengan restu pejabat daerah,” ungkap sumber tersebut dengan nada serius.

Kecurigaan ini bukan tanpa dasar. Dalam beberapa bulan terakhir, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) Kejagung di bawah komando Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah, menemukan pelanggaran masif dan sistematis di sektor kehutanan Sultra.

Pada 15 Agustus 2025, Satgas PKH menertibkan 24.233 hektare lahan milik PT Sampewali di Kabupaten Bombana, yang disalahgunakan menjadi perkebunan sawit di atas Hutan Tanaman Industri (HTI).

Sebulan kemudian, 11 September 2025, giliran PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) di Pulau Kabaena, yang ketahuan menambang di kawasan hutan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

Dalam operasi itu, Satgas menemukan aktivitas tambang ilegal di area seluas 172 hektare. Lahan tersebut kini disegel dan dipasangi plang larangan oleh tim gabungan Kejagung, TNI, dan Polri — tanda bahwa negara mengambil alih wilayah yang selama ini digerogoti kepentingan tambang.

“Berdasarkan hasil klarifikasi, ditemukan kegiatan pembukaan tambang yang memasuki kawasan hutan tanpa IPPKH,” tegas Febrie Adriansyah saat mengumumkan hasil operasi, beberapa waktu lalu.

Ia memastikan, lahan-lahan hasil penindakan itu akan diserahkan kepada Kementerian BUMN untuk dikelola sesuai aturan, tanpa lagi berpindah ke tangan pengusaha rakus yang menjarah hutan dengan tameng izin semu.

Sementara itu, seorang staf Dishut Sultra bernama Ardi membenarkan adanya penggeledahan oleh tim Kejagung.

“Tadi betul, Kejagung melakukan penggeledahan. Semua berkas sudah dibawa,” ujarnya singkat.

Saat ditanya dokumen apa saja yang diamankan, Ardi mengaku berkas tersebut berkaitan dengan aktivitas pertambangan di wilayah Sultra, namun ia tidak mengetahui detail perusahaan mana yang masuk dalam daftar hitam penyidik.

Langkah Kejagung ini menjadi peringatan keras bagi pejabat dan korporasi yang selama ini bersembunyi di balik “izin kehutanan”. Publik berharap, operasi ini tidak berhenti di level staf teknis, tapi juga menyentuh aktor utama yang diduga menikmati keuntungan besar dari perampasan kawasan hutan.

Sulawesi Tenggara kini menjadi cermin kelam praktik persekongkolan antara birokrat dan pengusaha tambang, yang menggerogoti kawasan hutan dengan restu diam pejabat berwenang.

Kejagung tampaknya baru membuka lembar pertama dari skandal panjang yang selama ini tersembunyi di balik tumpukan dokumen Dishut Sultra.

Editor Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *