PT SJSU “Ngumpet” di Balik Dalih, Dosa Lama Terbongkar dalam Polemik Izin Lintas Konservasi

KENDARI, RUBRIKSATU.COM – Polemik belum adanya Perjanjian Kerja Sama (PKS) Izin Lintas Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Labengki di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra), oleh PT Sinar Jaya Sultra Utama (SJSU) memasuki babak baru. Perusahaan tambang ini, yang diketahui milik Wakil Ketua DPRD Sultra, dituding berusaha mengelak dari kewajibannya, namun jejak aktivitas masa lalu justru terkuak.
Sebelumnya, Kepala Teknik Tambang (KTT) PT SJSU, Yoyo Arum, berdalih bahwa sejak tahun 2023, perusahaan mereka sudah tidak beraktivitas dan tidak melewati Kawasan Konservasi TWAL Labengki. “Selama saya masuk sebagai KTT Tahun 2020, perusahaan kami melakukan pengiriman ore nikel di Morowali (Sulawesi Tengah), sehingga kami tidak mengurus Izin Lintas Konservasi itu, karena tidak melintas Kawasan konservasi di Labengki,” ucap Yoyo pada Selasa (29/7/2025).
Namun, klaim tersebut patut dipertanyakan. Fakta mengejutkan justru datang dari Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sultra, Sukrianto Djawie, yang mengungkapkan bahwa PT SJSU pernah disurati oleh BKSDA Sultra terkait hal ini, namun surat tersebut tidak diindahkan. Data ini diterima langsung oleh media ini dari BKSDA Sultra.
Kewajiban PKS Tak Terbantahkan
Kepala Seksi Wilayah II BKSDA Sultra, Prihanto, menegaskan bahwa kewajiban PKS tetap berlaku bagi perusahaan yang jetty-nya berada di dekat Kawasan Konservasi TWAL, terlepas dari ada atau tidaknya aktivitas pengiriman ore. “Mau beraktivitas atau tidak tetap harus mengurus Izin lintasnya. Agar ketika nanti akan melakukan pengiriman ore nikel khususnya di wilayah Morosi (VDNi) tidak repot lagi karena sudah ada Izin lintasnya,” terang Prihanto.
Usut punya usut, PT SJSU ternyata pernah melakukan pengiriman ore nikel ke pabrik smelter Virtue Dragon Nickel Industry (VDNi) di Morosi. Informasi ini didapatkan media ini dari salah satu instansi terkait. Saat dikonfrontasi mengenai pengiriman ore ke VDNi Morosi dalam rapat di BKSDA, KTT PT SJSU Yoyo Arum nampak kebingungan.
“Ehhh, waktu itu saya baru masuk tahun 2020 sebagai KTT. Kalau tidak salah beroperasi sejak 2016 mungkin yang masih KTT lama,” ujar Yoyo. Ia juga menambahkan terkait surat dari BKSDA, “Mohon maaf saya memang belum menerima surat itu. Mungkin memang BKSDA mengirim surat itu, tapi mungkin posisi saya lagi site, atau bagaimana, saya belum bisa memastikan, tapi memang fisik surat itu, mohon maaf saya belum pernah terima.”
Lebih parah lagi, perusahaan ini baru akan mengajukan Izin Lintas Konservasi setelah polemik mencuat di sejumlah media pemberitaan.
Ancaman Sanksi dan Investigasi Lanjutan
Menanggapi hal ini, Prihanto berencana berkoordinasi dengan Pihak Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas I Molawe untuk memeriksa data pengiriman ore nikel melalui Surat Izin Berlayar (SIB). Jika ditemukan adanya SIB perusahaan PT SJSU yang dikirim ke VDNi, maka PT SJSU wajib menunaikan kewajibannya, meskipun saat ini tidak beroperasi.
“Kami akan koordinasikan, kalau ditemukan pernah melakukan pengiriman ore di VDNi, maka pihak perusahaan tetap harus menunaikan kewajibannya. Dan kami juga akan koordinasi ke Kementerian terkait untuk pencabutan IUP, dan terkait tidak adanya Izin konservasinya kita koordinasikan ke Pihak Gakkum Kemenhut,” jelas Prihanto, mengisyaratkan adanya potensi sanksi serius.
Ironisnya, saat ditanyakan mengenai jarak jetty PT SJSU dengan Kawasan Konservasi TWAL yang disinyalir tidak terlalu jauh, BKSDA menjelaskan bahwa mereka belum pernah melakukan pengukuran jarak Kawasan TWAL ke jetty SJSU. Padahal, lokasi jetty PT SJSU diketahui berada dekat Kawasan Konservasi TWAL Pulau Labengki.
Sebagai informasi, beberapa kewajiban PKS Izin Lintas Kawasan Konservasi TWAL meliputi: pemberdayaan masyarakat lokal di lingkar tambang, pelaksanaan kegiatan pembersihan pantai di wilayah konservasi, menjalankan transplantasi terumbu karang sebagai bentuk rehabilitasi laut, dan aktif melakukan pengawasan bersama BKSDA untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Penulis: Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *