Wakil Ketua DPRD: Konawe Adalah Miniatur Indonesia

Advertisements

KONAWE, rubriksatu.com – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Konawe, Rusdianto, SE, MM, menghadiri perayaan 1 Suro 2024 di Desa Watulawu, Kecamatan Amonggedo, pada Minggu malam, 14 Juli 2024.

Dalam perayaan tersebut, masyarakat Desa Watulawu dihibur dengan penampilan Seni Tari Kuda Lumping Campur Sari “Turonggo Seto” asuhan Sungkono. Bersama ratusan masyarakat, Rusdianto tampak begitu menikmati Seni Tari Kuda Lumping Campur Sari tersebut.

Bakal Calon Bupati Konawe ini pun memberikan dukungan kepada seluruh para penari Kuda Lumping, termasuk dana pembinaan kepada pimpinan seni tari itu.

Advertisements

Ditemui di sela-sela kegiatan, Ketua DPRD Konawe terpilih ini mengatakan bahwa sebagai kekayaan daerah, seni dan budaya di Konawe harus diberikan dukungan oleh pemerintah daerah agar tetap eksis.

“Ini kekayaan daerah yang harus dijaga eksistensinya agar tidak tergerus dengan modernisasi yang kian hari mengancam budaya kita,” kata Rusdianto.

Menurut Rusdianto, Kabupaten Konawe dihuni oleh berbagai suku dan agama seperti Bugis, Jawa, Muna, Toraja, Bali, dan lainnya. Meski demikian, mereka bisa hidup rukun berdampingan dengan penduduk pribumi, yakni suku Tolaki.

“Konawe ini bisa dibilang miniatur Indonesia. Meski berbeda suku dan agama, tetapi semua saling menghargai satu sama lainnya. Ini yang tidak dimiliki oleh daerah lain,” tambahnya.

Selanjutnya, sebagai Ketua DPRD Konawe terpilih, Rusdianto berjanji akan memberikan perhatian khusus terhadap pelestarian seni dan budaya di daerah ini. “Insya Allah ke depan, kesenian daerah harus tetap eksis dalam menghibur masyarakat. Sehingga dukungan dari pemerintah daerah itu menjadi suatu keniscayaan,” pungkasnya.

Diketahui, 1 Suro jatuh pada Minggu, 7 Juli 2024 lalu. Malam 1 Suro merupakan malam yang menandai masuknya tahun baru kalender Jawa dan bertepatan dengan malam tanggal 1 Muharram dalam penanggalan Hijriah.

Mengutip dari skripsi Universitas Agama Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung yang berjudul “Tradisi Malam Satu Suro dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat”, Suro merupakan sebutan bulan Muharram dalam masyarakat Jawa.

Istilah Suro sendiri berasal dari kata asyura dalam bahasa Arab yang berarti sepuluh, merujuk pada hari ke-10 bulan Muharram. Asyura dalam lidah Jawa kemudian lebih populer disebut Suro, sehingga kata Suro menjadi bagian dari khazanah Islam-Jawa sebagai nama bulan pertama kalender Islam maupun Jawa.

Laporan Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *