JAKARTA, rubriksatu.com – Jaringan Aktivis Mahasiswa Hukum (JAMH) Sulawesi Tenggara kembali mengguncang Jakarta melalui Aksi Jilid II dengan langsung membuka laporan resmi di depan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Laporan ini menjadi tekanan baru bagi negara agar tidak lagi menutup mata terhadap serangkaian dugaan kejahatan serius yang diduga dilakukan PT Dwimitra Multiguna Sejahtera (PT DMS).
Dalam aksinya, massa mendesak Kejagung segera memeriksa dan mengusut Direktur Utama PT DMS, yang mereka nilai patut diduga terlibat dalam aktivitas pertambangan ilegal, perusakan lingkungan, pengabaian pajak daerah, hingga melawan kewenangan negara.
Ketua Umum JAMH, Muhammad Rahim, menyebut bahwa inti persoalan yang tidak boleh diabaikan negara adalah penyegelan jetty PT DMS oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Penyegelan dilakukan karena perusahaan terbukti menggunakan ruang laut tanpa izin PKKPRL dan diduga melakukan reklamasi ilegal. Selain itu, sejak awal beroperasi PT DMS juga tidak mengantongi izin TWAL.
Namun ironi besar terjadi. Meski telah disegel oleh negara, aktivitas jetty PT DMS justru diduga tetap berjalan. JAMH menyebut hal ini sebagai bentuk “perlawanan terang-terangan terhadap hukum”.
Tidak hanya itu, temuan terbaru semakin memperkuat dugaan tersebut. Beberapa hari lalu, TNI Angkatan Laut melalui KRI Bung Hatta-370 menangkap dua kapal pengangkut ore nikel milik PT DMS yang tetap beroperasi melalui jetty tersebut di perairan Konawe Utara, Selasa (25/11/2025). Padahal jetty telah disegel sejak 19 November.
“Ini bukan lagi pelanggaran administratif. Ini tindak pidana yang menantang negara, dan negara tidak boleh kalah,” tegas Rahim.
JAMH juga menyinggung dugaan pencemaran lingkungan, perusakan kawasan mangrove, hingga penyerobotan lahan warga yang memicu konflik horizontal di wilayah operasi PT DMS. Mereka menegaskan bahwa jejak pelanggaran perusahaan ini bukan hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga mengancam ekosistem dan kehidupan masyarakat.
Koordinator aksi menegaskan bahwa Kejaksaan Agung tidak boleh pasif.
“Kami mendesak Kejagung RI segera memanggil dan memeriksa Direktur Utama PT DMS. Negara tidak boleh abai. Jika aparat diam, itu artinya negara sedang kalah di hadapan korporasi,” ujar salah satu orator aksi.
Dalam tuntutannya, massa meminta Kejagung, Kementerian ESDM, Dirjen Minerba, hingga Satgas Pemberantasan Kejahatan Hutan Presiden Prabowo untuk Menangkap Direktur Utama PT DMS, menolak RKAB PT DMS, mencabut IUP PT DMS, kemudian mengusut penggunaan jetty tanpa izin TWAL, PKKPRL dan mengungkap dugaan perusakan lingkungan, pencemaran, dan penyerobotan lahan.
JAMH menegaskan bahwa tidak boleh ada intervensi elite mana pun dalam proses hukum kasus ini. Hukum harus berjalan tegas, objektif, dan tanpa kompromi.
Aksi ini tidak berhenti hari ini. JAMH memastikan akan kembali melakukan Aksi Jilid III pada hari Rabu mendatang dengan jumlah massa lebih besar untuk mengawal laporan dan memaksa negara menuntaskan dugaan kejahatan pertambangan PT DMS di Konawe Utara.
Hingga berita ini diterbitkan, tim redaksi rubriksatu.com masih berupaya menghubungi pihak-pihak terkait untuk mendapatkan konfirmasi lebih lanjut.
Editor Redaksi







