KONAWE, rubriksatu.com – Aroma penyalahgunaan anggaran negara kembali menyeruak dari dunia pendidikan Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Kali ini, sorotan publik tertuju pada Hania, S.Pd., M.Pd., Gr., istri Bupati Konawe Yusran Akbar, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Penggerak PKK dan Ketua Dekranasda Konawe.
Hania diduga menerima tunjangan profesi guru (TPG) selama delapan bulan terakhir, meski tidak lagi aktif mengajar sejak dilantik sebagai Ketua TP PKK pada 27 Maret 2025.
Lebih parahnya, dana tunjangan tersebut disebut tetap cair setiap periode pencairan melalui mekanisme yang diduga dimanipulasi dengan menggunakan “joki” untuk mengisi jam mengajar di sekolah tempatnya terdaftar sebagai guru bersertifikasi.
Dugaan ini sontak menuai kritik keras dari masyarakat dan kalangan pemerhati pendidikan di Konawe. Mereka menilai tindakan tersebut bukan hanya bentuk moral hazard, tetapi juga indikasi kuat praktik korupsi berbasis jabatan.
“Kalau benar istri Bupati masih menerima tunjangan profesi tanpa mengajar, itu penyelewengan anggaran pendidikan. Ini bentuk penyalahgunaan wewenang dan jelas mencoreng integritas profesi guru,” ujar salah satu aktivis pendidikan Konawe yang enggan disebut namanya, Sabtu (1/11/2025).
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Konawe, Dr. Suriyadi, S.Pd., M.Pd., MH, saat dikonfirmasi membenarkan bahwa Hania masih terdaftar sebagai penerima tunjangan profesi guru.
“Beliau masih terdaftar sebagai penerima tunjangan profesi,” kata Suriyadi melalui pesan WhatsApp.
Namun, saat ditanya lebih lanjut terkait mekanisme pencairan dan proses verifikasi jam mengajar, Suriyadi memilih irit bicara.
Ia bahkan mengaku tidak mengetahui adanya dugaan penggunaan “joki” untuk memenuhi syarat administrasi pencairan tunjangan.
“Kalau itu, saya belum dapat informasinya,” singkatnya.
Padahal, berdasarkan Permendikbud Nomor 4 Tahun 2022, setiap guru penerima TPG wajib memenuhi beban kerja 24 jam tatap muka per minggu. Jika tidak terpenuhi, hak atas tunjangan profesi otomatis gugur.
Sumber internal di lingkungan Dinas Pendidikan menyebut, proses pencairan TPG biasanya melalui verifikasi data kehadiran dan laporan pembelajaran. Jika seorang guru tidak aktif mengajar, Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMPKB) seharusnya otomatis menolak pencairan.
Namun dalam kasus ini, mekanisme tersebut diduga diakali dengan manipulasi data kehadiran dan laporan kinerja.
Publik kini mendesak Inspektorat Konawe dan Aparat Penegak Hukum (APH) turun tangan melakukan audit dan pemeriksaan mendalam terhadap mekanisme pencairan TPG atas nama Hania.
“Kalau dibiarkan, ini jadi contoh buruk. Tunjangan profesi itu hak guru yang benar-benar bekerja, bukan privilege pejabat daerah,” tegas salah satu pengamat kebijakan publik di Kendari.
Kasus ini memperkuat sorotan terhadap gaya hidup mewah keluarga Bupati Konawe.
Sebelumnya, publik juga menyoroti penggunaan mobil dinas Toyota Alphard senilai Rp3,4 miliar yang disebut-sebut dipakai oleh istri Bupati dengan plat gantung.
Kombinasi antara dugaan penyalahgunaan tunjangan guru dan kemewahan fasilitas negara kini menjadi potret ironis kepemimpinan di Konawe, di mana rakyat diminta berhemat, sementara elit pejabat justru menikmati fasilitas negara tanpa batas.
“Konawe hari ini sedang krisis moral kepemimpinan. Dari Alphard sampai tunjangan guru, semua menunjukkan gaya hidup elite yang tak punya empati pada rakyat,” pungkas aktivis LPPK Sultra, Karmin, SH.
Editor Redaksi







