JAKARTA, rubriksatu.com – Dugaan keterlibatan Bupati Muna Barat (Mubar), DW, dalam aktivitas penyerobotan kawasan hutan tambang nikel di Kecamatan Talaga Raya, Kabupaten Buton Tengah (Buteng), kian menjadi sorotan tajam.
Dua perusahaan tambang yang disorot, yakni PT Arga Morini Indah (AMI) dan PT Arga Morini Indotama (Amindo), diduga telah melakukan eksploitasi ilegal di kawasan hutan seluas sekitar 200 hektare tanpa izin sah dari pemerintah.
Aroma penyalahgunaan kewenangan kian menguat setelah Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI), Rabu (15/10/2025), mendesak agar Kejagung segera turun tangan mengusut dugaan keterlibatan sang bupati.
“Berdasarkan dokumen yang kami pegang, DW tercatat sebagai Direktur PT AMI dan PT Amindo sejak tahun 2020 hingga 2025. Namun, namanya baru dihapus dari daftar direksi pada 2024 saat yang bersangkutan maju dalam Pilkada Muna Barat,” ungkap Direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo, dalam orasinya di depan Kejagung.
Ampuh Sultra menegaskan, aktivitas tambang ilegal di kawasan hutan produksi terbatas itu terjadi pada masa DW masih menjabat sebagai direktur aktif, tepatnya antara 2021 hingga 2023, sehingga keterlibatan DW dalam operasi tersebut tidak bisa diabaikan begitu saja.
“Data kami menunjukkan dugaan kuat bahwa DW terlibat aktif dalam kegiatan tambang di kawasan hutan itu. Karena itu, kami mendesak Kejagung segera memanggil dan memeriksa DW agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di sektor tambang,” tegas Hendro.
Ampuh Sultra juga menuding bahwa dua perusahaan tersebut memiliki ‘backing kuat’ dari sejumlah pihak berpengaruh di industri nikel nasional, sehingga operasi mereka berjalan mulus meski berada di kawasan terlarang.
“Kami tahu ada nama besar di belakangnya, bahkan disebut ada hubungan saham dengan PT Virtu Dragon Nickel Industry (VDNI). Tapi kami percaya Kejagung lebih kuat dari ‘backingan’ mereka,” ujarnya lantang.
Menurut Hendro, dugaan penyimpangan ini bukan hanya bentuk pelanggaran hukum, tapi juga pengkhianatan terhadap amanat konstitusi yang mewajibkan perlindungan kawasan hutan dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
“Kalau benar seorang kepala daerah terlibat dalam perusakan hutan untuk kepentingan korporasi, ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi kejahatan terhadap negara,” tambahnya.
Ampuh Sultra menegaskan akan terus menekan penegak hukum agar tidak tebang pilih dalam menangani kasus ini. Mereka berjanji akan kembali menggelar aksi lanjutan minggu depan di Kejagung dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Hari ini baru langkah awal. Minggu depan kami kembali turun ke jalan. Kejagung harus menunjukkan bahwa hukum tidak tunduk pada jabatan atau kekuasaan,” tutup Hendro tegas.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, Bupati Muna Barat DW belum memberikan tanggapan resmi atas tudingan yang dilayangkan Ampuh Sultra.
Editor Redaksi