KONAWE, rubriksatu.com – Kasus dugaan keracunan massal puluhan siswi SMKN 1 Konawe berbuntut panjang. Badan Gizi Nasional (BGN) akhirnya mengambil langkah ekstrem dengan menonaktifkan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Unaaha–Ambekairi, Kabupaten Konawe.
Langkah ini menjadi bukti nyata bahwa program makan bergizi (MBG) yang digadang-gadang pemerintah justru masih jauh dari standar keamanan pangan. Ironisnya, dapur yang seharusnya menjamin kesehatan generasi muda malah menjadi sumber ancaman.
Tak hanya Konawe, dua dapur SPPG lainnya juga ikut disapu bersih: dapur SPPG Buton (Pasarwajo Awainu-lu) dan dapur SPPG Kota Baubau (Kolakuna Kadolomoko).
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menegaskan tidak ada kompromi bagi pelanggar standar keamanan pangan.
“Keselamatan anak-anak penerima MBG adalah prioritas. Kami tidak akan berkompromi terhadap dapur yang terbukti melanggar standar keamanan pangan,” tegasnya, Selasa (30/9/2025).
Namun, publik menilai pernyataan itu tak cukup. Sebab, kasus keracunan ini menunjukkan lemahnya pengawasan, mulai dari proses distribusi hingga pengolahan makanan.
Koordinator SPPG Konawe, Nopri Al Ikmansyah, SH, pun tak bisa mengelak. Ia mengakui dapur Unaaha–Ambekairi resmi dihentikan operasionalnya imbas insiden maut yang mencoreng wajah program nasional tersebut.
“Lagi dievaluasi, dan ini merupakan perintah langsung dari bapak Presiden,” ujar Nopri, Rabu (1/10/2025).

Kritik makin tajam ketika terungkap kelalaian lain: dapur SPPG Wawotobi pernah menyajikan pisang mentah untuk murid TK. Fakta ini kian menegaskan buruknya manajemen dan kontrol kualitas.
“Itu memang kelalaian, dan langsung kami lakukan evaluasi,” pungkas Nopri seolah meremehkan masalah serius itu.
Saat ini, para korban keracunan makanan bergizi gratis masih menjalani pemeriksaan oleh unit Tipidter Polres Konawe. Publik mendesak agar kasus ini tidak sekadar berhenti pada penonaktifan dapur, tetapi juga menyeret pihak-pihak yang lalai ke ranah hukum.
Editor Redaksi