KOLAKA, rubriksatu.com – Dugaan perampokan sumber daya alam di kawasan hutan Kolaka akhirnya disorot tajam oleh negara. Satuan Tugas Penegakan Hukum (Satgas Gakum) bersama tim gabungan dari Kejaksaan, TNI, Polri, dan instansi teknis turun langsung menertibkan aktivitas tambang yang dituding merambah hutan tanpa izin.
Tiga perusahaan besar kini masuk dalam bidikan: PT Toshida, Perusda Aneka Usaha Kolaka (AUK), dan PT Surya Lintas Gemilang (SLG).
Mereka dituding keras menjalankan aktivitas tambang di dalam kawasan hutan, bahkan di area yang diduga berstatus lindung, tanpa kejelasan izin resmi.
Aksi tegas itu ditandai dengan pemasangan plang peringatan dan proses verifikasi teknis di lapangan. Namun, publik justru menilai langkah ini setengah hati, sebab perusahaan-perusahaan tersebut telah lama diduga melanggar aturan tanpa sentuhan hukum yang jelas.
“Ini baru langkah awal. Sanksi pasti ada, dan itu kewenangan Satgas Gakum dan Kejaksaan Agung. Kami hanya bertugas memasang plang dan verifikasi teknis,” ujar Dankorwil Satgas PKH Kolaka, Kolonel Romadhon, Kamis (26/9/2025).
Sayangnya, pernyataan ini menimbulkan tanda tanya: mengapa baru sekarang negara bergerak, setelah bertahun-tahun kawasan hutan dikeruk?
Masyarakat menduga ada pembiaran dan permainan antara oknum perusahaan dan aparat di daerah, sehingga aktivitas haram itu bisa berlangsung lama tanpa hambatan.
Satgas mengklaim operasi ini bukan hanya menyasar tambang, melainkan seluruh bentuk pelanggaran di kawasan hutan. Namun, kasus Kolaka ini seolah membuka fakta telanjang: izin usaha pertambangan (IUP) dijadikan tameng, sementara perusakan hutan jalan terus.
Hingga kini, proses verifikasi masih berjalan. Keputusan penindakan menunggu instruksi resmi dari pusat. Publik menuntut agar Kejaksaan Agung tidak hanya berhenti pada pemasangan plang, melainkan benar-benar menjerat korporasi nakal yang sudah bertahun-tahun meraup untung dengan menghancurkan hutan Kolaka.
Editor Redaksi