KONAWE, rubriksatu.com – Dunia perbankan kembali tercoreng. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bahteramas Konawe kini terseret dalam pusaran skandal kebocoran data nasabah. Tiga data nasabah dilaporkan bocor ke publik, memicu kekhawatiran serius soal keamanan dan integritas layanan keuangan di daerah.
Saat dikonfirmasi media ini, salah satu nasabah memilih bungkam. Reaksi yang justru memperkuat dugaan adanya ketakutan, tekanan, atau trauma akibat bocornya data perbankan mereka.
Ironisnya, Direktur Utama BPR Bahteramas Konawe, Dr. Ahmat, SE, MM, justru tidak merespons saat dimintai klarifikasi. Panggilan telepon dan pesan WhatsApp dari wartawan diabaikan. Sebuah sikap yang mencederai prinsip keterbukaan dan akuntabilitas lembaga keuangan publik.
Dalam dunia perbankan, kerahasiaan data nasabah adalah harga mati. Hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen (UUPK) yang menekankan hak konsumen atas keamanan dan kenyamanan, termasuk kerahasiaan data pribadi.
Jika terbukti melanggar, pelaku usaha terancam pidana hingga 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp2 miliar, sebagaimana disebut dalam Pasal 62 ayat (1) UUPK.
Selain UUPK, kebocoran ini juga berpotensi menyeret UU ITE dan UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), terutama jika penyebaran data dilakukan tanpa persetujuan atau terjadi kebocoran akibat kelalaian institusi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi administratif kepada lembaga keuangan yang melanggar ketentuan. Mulai dari teguran keras, denda, pembekuan hingga pencabutan izin operasional.
Kebocoran data bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi juga pukulan telak terhadap kepercayaan publik. Bila BPR Bahteramas Konawe terbukti lalai atau menyembunyikan fakta, maka tindakan tegas dari regulator dan penegak hukum wajib ditegakkan.
Media ini akan terus mengawal kasus ini demi transparansi dan perlindungan hak-hak konsumen perbankan. Karena dalam sistem keuangan yang sehat, tak boleh ada ruang bagi kebohongan, pembiaran, apalagi pelanggaran hukum.
Laporan Redaksi