Polresta Kendari Cabut BAP dan Batalkan Pemanggilan Dua Jurnalis Sebagai Saksi

Advertisements

KENDARI, rubriksatu.com – puluhan jurnalis di Kota Kendari menggelar aksi damai di halaman Mapolresta Kendari untuk memprotes pemanggilan dua rekan mereka sebagai saksi dalam penyidikan dugaan tindakan amoral oleh seorang oknum polisi, Senin, 24 Februari 2025

Aksi ini mendapat dukungan dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tenggara dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari, yang mengecam tindakan penyidik yang dianggap tidak memahami Undang-Undang Pers serta MoU antara Kapolri dengan Dewan Pers.

Dalam orasi yang berlangsung di halaman Polresta Kendari, perwakilan kedua organisasi tersebut menilai pemanggilan jurnalis sebagai saksi sebagai upaya membatasi kebebasan pers. Mereka menuntut permintaan maaf dari Kapolresta Kendari, Kombes Pol Eko Widiantoro, serta pencabutan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan surat pemanggilan terhadap kedua jurnalis tersebut.

Kapolresta Kendari, Kombes Pol Eko Widiantoro, mengakui adanya ketidakpahaman di pihak penyidik terkait Undang-Undang Pers dan MoU dengan Dewan Pers. Ia secara pribadi dan institusi meminta maaf atas kejadian tersebut dan berjanji akan mengeluarkan edaran untuk meningkatkan pemahaman penyidik mengenai hukum yang berkaitan dengan produk jurnalistik.

Sebelumnya, dua jurnalis Kendari, Samsul dan Nur Fahriansyah, menerima surat panggilan terkait pemberitaan mereka yang mengungkap dugaan tindakan amoral oleh seorang oknum polisi yang mencoba memperdaya seorang ibu rumah tangga.

AJI Kendari menilai pemanggilan ini melanggar Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang memberikan hak tolak kepada jurnalis untuk tidak mengungkapkan identitas narasumber atau informasi yang diperoleh dalam kapasitas jurnalistik. Mereka juga menekankan bahwa jurnalis tidak dapat dipaksa hadir sebagai saksi dalam proses hukum yang berkaitan dengan kegiatan jurnalistik.

AJI dan IJTI juga mengecam tindakan Polresta Kendari yang dianggap melakukan intimidasi terhadap kedua jurnalis dengan memaksa mereka untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan kekerasan seksual oleh polisi Aipda Amiruddin. Mereka menegaskan bahwa karya jurnalistik adalah fakta itu sendiri, dan jurnalis tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum terkait laporan yang mereka buat.

Kedua organisasi ini mendesak aparat penegak hukum untuk menghormati Undang-Undang Pers dan memastikan jurnalis dapat bekerja tanpa intimidasi, tekanan, atau ancaman hukum yang bertentangan dengan prinsip kebebasan pers.

Mereka juga meminta Kapolda Sulawesi Tenggara untuk mencopot Kapolresta Kombes Pol Eko Widiantoro dan Kasi Propam Polresta Kendari atas dugaan pembiaran dan kegagalan dalam menegakkan kode etik jurnalistik dan Undang-Undang Pers.

Sebagai tanggapan, Kapolresta Kendari menyatakan akan membatalkan surat pemanggilan dan BAP terhadap kedua jurnalis tersebut, serta berjanji akan meningkatkan pemahaman penyidik terkait hak-hak jurnalis di Indonesia.

Laporan Laporan Redaksi

AJI dan IJTI Gelar Unjuk Rasa, Polresta Cabut BAP dan Batalkan Pemanggilan 2 Jurnalis Sebagai Saksi

SUARASULTRA.COM | KENDARI – AJI Kendari dan IJTI Sultra menggelar aksi unjuk rasa pada Senin pagi, 24 Februari 2025, di depan Mako Polresta Kendari, sebagai bentuk protes terhadap tindakan polisi yang memeriksa dua jurnalis, Samsul dari Tribunnews Sultra dan Nur Fahriansyah dari Simpul Indonesia, sebagai saksi dalam kasus kode etik profesi Polri.

Samsul dan Nur Fahriansyah dipaksa menjadi saksi dalam penyelidikan dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Aipda Amiruddin terhadap seorang ibu rumah tangga. Kedua jurnalis tersebut sebelumnya diminta untuk memberikan keterangan mengenai pelanggaran kode etik Polri, sebuah langkah yang dianggap mengganggu kebebasan pers.

Unjuk rasa yang diikuti puluhan jurnalis di Kota Kendari dimulai dengan aksi long-march dari Alun-Alun Tugu Religi eks MTQ menuju Kantor Polresta Kendari. Di depan pintu masuk Mapolresta Kendari, para jurnalis menggelar orasi secara bergantian sambil membentangkan poster-poster yang berisi kecaman terhadap penyidik yang memeriksa kedua jurnalis sebagai saksi.

Ketua AJI Kendari, Nursadah, dalam orasinya menegaskan bahwa pemanggilan dua jurnalis tersebut merupakan bentuk upaya pembungkaman terhadap kemerdekaan dan kebebasan pers. “Penyidik perlu memahami bahwa kerja-kerja jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Pemanggilan kedua jurnalis ini mencederai kebebasan pers,” tegas Nursadah.

Menurut UU Pers, jurnalis dilindungi untuk melakukan karya jurnalistik tanpa takut diintimidasi atau dipaksa memberikan keterangan kepada penyidik terkait dengan berita yang diterbitkan. Oleh karena itu, Nursadah meminta penyidik, baik yang bertugas di Propam maupun seluruh satuan kerja di jajaran Polresta Kendari, untuk mematuhi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 agar kejadian serupa tidak terulang.

“Kami mendesak Kapolresta Kendari untuk mencabut BAP dan membatalkan surat pemanggilan Samsul dan Nur Fahriansyah sebagai saksi, karena tindakan ini bertentangan dengan hukum,” tambahnya.

Koordinator Divisi Hukum dan Advokasi IJTI Sultra, Fadli Aksar, juga mengungkapkan bahwa Samsul dan Nur Fahriansyah tidak hanya dipanggil, tetapi telah diperiksa selama 5 jam di ruang Paminal Propam Polresta Kendari. Fadli mencurigai bahwa pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari intimidasi terhadap jurnalis setelah mereka meliput berita yang terkait dengan pelanggaran pidana dan kode etik Polri.

“Setelah berita terbit, kedua jurnalis ini dipanggil dan diintimidasi hingga dipaksa menjadi saksi. Praktik ini kami duga sebagai upaya intimidasi psikis terhadap jurnalis yang menerbitkan berita yang mengkritik kepolisian,” ujarnya.

Fadli juga menambahkan bahwa upaya intimidasi ini berlanjut saat Samsul dan Nur Fahriansyah berencana melakukan tindak lanjut terkait kasus kekerasan seksual yang melibatkan Aipda Amiruddin. “Dua hari setelah dikonfirmasi untuk melakukan follow-up berita, mereka menerima surat pemanggilan sebagai saksi. Ini adalah upaya polisi untuk membungkam pers,” jelasnya.

Fadli menegaskan bahwa berita yang dilaporkan oleh Samsul dan Nur adalah fakta yang sesungguhnya. Oleh karena itu, berita tersebut seharusnya dijadikan informasi awal bagi polisi untuk memulai penyelidikan tanpa harus memeriksa jurnalisnya.

“Berita itu seharusnya menjadi petunjuk bagi polisi untuk langsung memanggil para saksi dan mencari pelaku, bukan memeriksa jurnalis,” tegasnya.

Aksi demonstrasi yang berlangsung sekitar satu jam ini akhirnya mendapat respons dari Kapolresta Kendari, Kombes Pol Eko Widiantoro, yang langsung menemui massa pengunjuk rasa. Kombes Eko mengakui bahwa anak buahnya, Kasi Propam AKP Supratman Ambon, telah lalai dalam memahami UU Pers sehingga memanggil dan memeriksa jurnalis sebagai saksi dalam kasus pelanggaran kode etik.

“Saya bertanggung jawab penuh atas kejadian ini. Saya memohon maaf jika ada hal yang tidak berkenan di hati rekan-rekan semua,” kata Kombes Eko di hadapan massa. Ia menjelaskan bahwa akibat kejadian ini, ia sudah memberikan teguran kepada AKP Supratman Ambon dan menganggap aksi demonstrasi ini sebagai masukan yang baik untuk evaluasi dan perbaikan ke depannya.

Kombes Eko juga berjanji akan segera menerbitkan surat pencabutan BAP dan pembatalan pemanggilan terhadap Samsul dan Nur Fahriansyah.

“Saya sudah memerintahkan agar surat pembatalan pemanggilan saksi terhadap kedua jurnalis tersebut segera diterbitkan hari ini juga,” ujar Eko.

Dengan langkah ini, diharapkan tidak ada lagi upaya yang dapat mengancam kebebasan pers dan memberikan perlindungan terhadap hak jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.

Editor Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *