KENDARI, rubriksatu.com – Kemilau tambang di Sulawesi Tenggara (Sultra) menyisakan banyak kisah yang belum tuntas. Jaminan Reklamasi (Jamrek), yang seharusnya menjadi tanggung jawab utama perusahaan tambang, justru terabaikan.
Akibatnya, dana Rp300 miliar yang terkumpul dari berbagai perusahaan masih mengendap di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sultra tanpa kejelasan pemanfaatannya.
Dibalik aktivitas pertambangan yang terus menggeliat, persoalan lingkungan yang ditinggalkan justru kian mengkhawatirkan. Bahkan, lahan bekas tambang yang seharusnya direklamasi sesuai aturan, malah dibiarkan begitu saja. Padahal, dana Jamrek disiapkan khusus untuk memastikan pemulihan lingkungan pasca-eksploitasi.
Dewan Pembina Aliansi Pemerhati Pertambangan (AP2) Sultra, La Ode Hasanuddin Kansi, menilai ketidakjelasan pengelolaan dana Jamrek ini harus segera diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menyoroti bahwa dana tersebut disimpan dalam bentuk deposito di Bank Sultra melalui rekening bersama, namun hingga kini belum dapat dimanfaatkan karena belum memiliki payung hukum yang jelas.
“Kami meminta KPK segera memeriksa dana Jamrek yang mencapai Rp300 miliar itu. Pasalnya, dana tersebut hanya mengendap begitu saja tanpa kejelasan kapan dan bagaimana akan digunakan,” ujar Hasan, Rabu (19/2/2025).
Hasan menuturkan, dana tersebut seharusnya berfungsi sebagai jaminan reklamasi, yang bisa digunakan jika perusahaan tambang tidak menjalankan kewajibannya untuk memulihkan lahan pasca-tambang.
Namun, pencairannya baru bisa dilakukan setelah ada laporan reklamasi yang diverifikasi oleh Inspektur Tambang. Jika perusahaan gagal memenuhi kewajibannya, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra berhak menunjuk pihak ketiga untuk melakukan reklamasi menggunakan dana tersebut.
“Kami mendesak KPK untuk turun tangan dan memastikan dana ini digunakan sebagaimana mestinya, agar reklamasi tambang di Sultra benar-benar terlaksana,” tegas Hasan.
Tidak hanya pegiat lingkungan, DPRD Sultra juga mulai menaruh perhatian terhadap pengelolaan dana Jamrek. Wakil Ketua Komisi III DPRD Sultra, Aflan Zulfadli, menilai pentingnya regulasi yang jelas agar dana tersebut bisa segera digunakan untuk reklamasi tanpa melanggar aturan hukum.
“Dana sebesar ini harus dikelola dengan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas tinggi. Kami di DPRD akan terus mengawal dan memastikan bahwa dana Jamrek ini tidak hanya diam di bank, tetapi benar-benar digunakan untuk pemulihan lingkungan,” ujar Aflan.
Bahkan, DPRD Sultra telah melakukan kunjungan kerja ke Dinas ESDM guna menggali informasi lebih lanjut terkait pengelolaan dana tersebut. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan transparansi dan memastikan bahwa dana tersebut tidak hanya menjadi angka di rekening deposito, tetapi benar-benar bermanfaat bagi daerah.
Persoalan dana Jamrek ini memperlihatkan bagaimana regulasi yang belum jelas dapat berdampak pada keberlanjutan lingkungan. Dengan dana yang begitu besar, seharusnya reklamasi bisa berjalan lancar dan bekas tambang di Sultra tidak hanya menjadi lahan gersang tak terurus.
Namun, hingga kini, Rp300 miliar itu masih mengendap di bank, tanpa kejelasan kapan akan digunakan. Akankah ini menjadi babak baru dalam pengelolaan pertambangan di Sultra? Ataukah akan terus menjadi cerita lama tentang tanggung jawab yang terabaikan?
Laporan Redaksi