KONAWE, rubriksatu.com – Kota Unaaha, pusat pemerintahan Kabupaten Konawe, merupakan simbol kebudayaan yang tidak terpisahkan dari sejarah dan identitas masyarakat Tolaki.
Dikenal sebagai “Kota Kalosara,” Unaaha menjadi pusat peradaban yang tidak hanya menghubungkan wilayah administratif, tetapi juga menyatukan nilai-nilai budaya dan tradisi yang telah mengakar sejak zaman Kerajaan Konawe.
Menurut arsip sejarah, seperti yang ditunjukkan dalam Sumber: Archirlef NAN Nederlandsch, 1890, Unaaha telah lama menjadi pusat konsentris dari wilayah Kerajaan Konawe, dengan kedudukan pusat pemerintahan di komplek Inolobunggadue.
Dalam tatanan sosial masyarakat Tolaki, Kalosara—yang merupakan simbol adat yang mengatur tatanan kehidupan manusia suku Tolaki—berperan sentral dalam menjaga keharmonisan dan kestabilan daerah.
Dr. Basrin Melamba, S.Pd, MA, seorang sejarawan dan budayawan Tolaki, menjelaskan bahwa Unaaha sebagai Ibu Kota Kabupaten Konawe telah dirancang oleh para leluhur sebagai pusat pemerintahan yang bercirikan konsep konsentrik.
Kota ini dibangun dengan pola melingkar, di mana rantai jalan dan wilayah pemerintahan menghubungkan pusat kota dengan daerah-daerah di sekitarnya. “Kota Unaaha memusat menyebar mengikuti kota konsentrik, sama halnya dengan konsep pemerintahan Kerajaan Konawe,” ungkap Basrin Melamba.
Kota Kalosara tidak hanya menjadi pusat pemerintahan, tetapi juga pusat kebudayaan. Konsep Medulu Mepokoaso, yang berarti semangat pembangunan fokus dan menyeluruh, mencerminkan tekad Kabupaten Konawe untuk terus berkembang tanpa melupakan akar budayanya.
Lingkaran Kalosara, yang dihubungkan oleh delapan penjuru mata angin, menegaskan bahwa setiap kebijakan dan pembangunan yang dilakukan selalu berlandaskan pada nilai-nilai tradisi dan adat istiadat Tolaki.
Basrin Melamba juga mengaitkan perkembangan Kota Unaaha dengan konsep Sumbu Filosofis Yogyakarta. Menurutnya, setiap kota kuno di Nusantara yang kemudian berkembang menjadi ibu kota selalu memiliki identitas budaya yang kuat. “Kota Unaaha merupakan kelanjutan dari konsep ibu kota Kerajaan Konawe, dari kota kuno menjadi kota modern,” jelasnya.
Kota Kalosara ini juga diakui oleh tokoh-tokoh adat setempat sebagai identitas yang tidak tergantikan. H. Abdul Ginal Sambari, S.Sos., M.Si, anggota DPRD Konawe sekaligus Ketua LAT Konawe, menegaskan bahwa Konawe bukan sekadar kota, melainkan “Wonua Kalosara”—pusat peradaban dan kebudayaan suku Tolaki. “Budaya-budaya suku Tolaki itu hanya ada di Konawe dan selebihnya di Mekongga,” tegasnya.
Drs. Bisman Saranani, M.Si, seorang pemuka adat Tolaki Sultra, mengisahkan pengalamannya dalam proses perencanaan tata Kota Unaaha. Sebagai saksi sejarah, Bisman mengungkapkan bahwa konsep Kalosara sebagai pusat kota dirancang dengan sangat hati-hati, melibatkan tokoh-tokoh adat dan para ahli tata kota. “Saya selalu ikut rapat perencanaan tata Kota Unaaha…,” kenangnya.
Kota Kalosara, dengan segala kekayaan budaya dan sejarahnya, tetap menjadi identitas yang tak tergantikan bagi masyarakat Konawe. Melalui berbagai perubahan zaman, semangat dan nilai-nilai yang terkandung dalam Kalosara akan terus hidup dan menjadi pemandu dalam setiap langkah pembangunan di wilayah ini.
Laporan: Redaksi
KONAWE, Rubriksatu.com– Menjelang hari pencoblosan Pilkada Konawe pada 27 November 2024, dukungan terus mengalir kepada…
KENDARI, rubriksatu.com – Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Kendari, Yudhianto Mahardika Anton Timbang -…
Kolaka Timur, Rubriksatu.com– Dukungan bagi pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur, Abd Azis…
Kendari, Rubriksatu.com – Ketua Pertina Sulawesi Tenggara (Sultra), La Ode Muhammad Ruri Ponosara, menyampaikan rasa…
KONAWE, rubriksatu.com – Dalam upaya meningkatkan minat baca dan memberikan motivasi kepada warga binaan, Dinas Perpustakaan…
KONAWE, rubriksatu.com – Dalam rangka mendukung implementasi Program Asta Cita, Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Konawe mengadakan…