BOMBANA, rubriksatu.com – Tim kuasa hukum Perwira Polisi inisial SNR dari Kantor Advokat dan Konsultan Hukum SUKDAR-PARTNERS & LAW FIRM, yang dipimpin oleh Abady Makmur S.IP., S.H., angkat bicara terkait pernyataan korban atau kuasa hukumnya yang disampaikan pada 31 juli 2024 yang lalu melalui media.
Dalam pernyataan tersebut, disebutkan bahwa pada tahun 2012, korban (SW) membeli tanah di Jalan Anawai, Kelurahan Anawai, Kecamatan Wua-Wua, Kota Kendari seluas 720 M2 atas nama SW. Namun, yang sebenarnya terjadi adalah pembelian tanah tersebut dilakukan ketika korban (SW) dan klien kami (SNR) masih berstatus sebagai suami istri.
Artinya, pembelian tersebut adalah peran bersama dan menjadi hak bersama. Klaim bahwa klien kami menguasai sertifikat itu karena SNR adalah oknum polisi jelas keliru, sebab dalam hubungan suami istri, harta yang diperoleh selama perkawinan adalah harta bersama.
Korban juga menyatakan bahwa pada tahun 2018, SNR menjual tanah tersebut kepada RM di hadapan FS selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sementara Kecamatan Wua-Wua, disaksikan oleh saksi DW dan AES. Penjualan tanah ini, menurut korban, tidak pernah diketahui olehnya, dan SW juga tidak pernah bertemu dengan FS, RM, DW, dan AES untuk menandatangani Akta Jual Beli (AJB). Korban menuduh bahwa tanda tangannya dipalsukan oleh SNR.
Menanggapi hal ini, salah satu tim kuasa hukum, Muamar Lasipa, S.H.M.H., menegaskan bahwa korban didampingi kuasa hukumnya dalam menyampaikan pernyataan tersebut. “Tolong gunakan asas praduga tak bersalah, yakni setiap orang wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan. Jangan asal menyebut bahwa klien kami memalsukan surat tersebut,” ujarnya.
Dirinya menduga bahwa kliennya memalsukan tanda tangan karena perannya sebagai penjual adalah tidak berdasar, karena yang berkomunikasi dengan PPAT adalah pembeli, yaitu RM dan istrinya. AJB tersebut dibawa kepada kliennya dan saksi-saksi oleh mereka, sehingga dalam dugaan ini tidak diketahui pasti siapa yang memalsukan tanda tangan korban (SW).
Lebih lanjut, korban menyatakan bahwa tanah milik SW dijual oleh SNR kepada RM sebesar Rp 35 juta, dan hasil penjualan tanah seluruhnya diambil oleh SNR. RM kemudian melakukan balik nama sertifikat menjadi atas nama RM dengan menggunakan tanda tangan palsu SW di dalam AJB.
“Kami, kuasa hukum SNR, menegaskan bahwa proses penjualan tanah tersebut memang terjadi, namun klien kami tidak pernah menirukan tanda tangan korban SW. Klien kami menolak ketika disodorkan oleh istri saksi RM. PPAT sebagai pembuat akta punya kewajiban untuk menghadapkan semua pihak yang bertanda tangan dalam akta, sayangnya hal tersebut tidak dilakukan. Hingga saat ini, klien kami tidak mengenal PPAT yang digunakan oleh RM dan istrinya,” jelasnya.
“Terkait tuduhan bahwa klien kami menikmati hasil penjualan tanah sendiri, hal tersebut tidak dapat dipercaya karena pada tahun 2018, korban dan klien kami belum bercerai. Harga penjualan tersebut diperuntukkan untuk biaya rumah tangga,” sambungnya.
Menariknya, korban dan kuasa hukumnya dalam memberitakan kliennya terkesan terburu-buru dalam memberikan pendapat hukum. Kliennya dilaporkan dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan, menyuruh meletakkan keterangan palsu di dalam AJB berdasarkan Pasal 266 KUHP, dan menggelapkan sertifikat dan hasil jual tanah berdasarkan Pasal 372 KUHP di Polresta Kendari pada 25 November 2022.
Kuasa hukum tersangka SNR, Sukdar, S.H., M.H., yang merupakan CIO Kantor Advokat dan Konsultan Hukum SUKDAR-PARTNERS & LAW FIRM, menambahkan melalui telepon bahwa, advokat adalah penegak hukum dan harus jujur dalam menyampaikan fakta karena dapat merugikan pihak lain dan membuat gaduh di masyarakat.
“Dalam kasus ini, klien kami dan korban (SW) sama-sama menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) sampai perkara P21 di kejaksaan. Faktanya, hanya disangkakan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. Tidak ada soal sangkaan Pasal 266 KUHP atau Pasal 372 KUHP tentang penggelapan. Kami meminta kuasa hukum korban segera membuat klarifikasi,” tuturnya.
Selain itu, korban (SW) dan SNR telah bercerai pada tahun 2020 dan telah membagi harta bersama melalui putusan pengadilan. Salah satu objek yang diperintahkan untuk dibagi adalah tanah seluas 720 M² SHM Nomor 00275 yang menjadi permasalahan dalam perkara ini. Artinya, tanah yang dijual tersebut memiliki hak bersama baik SW sebagai korban maupun SNR sebagai tersangka.
Laporan Redaksi
Kendari, Rubriksatu.com – Ketua Pertina Sulawesi Tenggara (Sultra), La Ode Muhammad Ruri Ponosara, menyampaikan rasa…
KONAWE, rubriksatu.com – Dalam upaya meningkatkan minat baca dan memberikan motivasi kepada warga binaan, Dinas Perpustakaan…
KONAWE, rubriksatu.com – Dalam rangka mendukung implementasi Program Asta Cita, Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Konawe mengadakan…
KONAWE, rubriksatu.com – Elektabilitas pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Konawe, Rusdianto dan Fachry Pahlevi…
KENDARI, rubriksatu.com – Lurah Korumba, Wahid Sulfian, diduga terlibat politik praktis dengan mengarahkan sejumlah Ketua RW…
Kendari, Rubriksatu.com- Ajang bergengsi Prapopnas 2024 resmi dimulai hari ini. Acara pembukaan digelar dengan meriah…